PM Jepang Shigeru Ishiba Mengundurkan Diri
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan bahwa ia telah memutuskan untuk mengundurkan diri pada Minggu (7/9). Dia juga meginstruksikan Partai Demokrat Liberal yang dipimpinnya untuk mengadakan pemilihan kepemimpinan darurat.
Partai Demokrat Liberal (LDP) telah memerintah Jepang hampir sepanjang era pascaperang dunia.
Keputusan Ishiba terjadi di tengah ekonomi Jepang yang sulit. Sebelumnya, ia menolak seruan untuk mundur menyusul kekalahan terbarunya dalam pemungutan suara majelis tinggi bulan Juli.
Ia justru berfokus pada penyelesaian detail perjanjian dagang dengan Amerika Serikat terkait tarif Presiden Donald Trump, yang telah mengguncang industri otomotif Jepang yang krusial dan membayangi pertumbuhan yang lemah.
"Dengan Jepang telah menandatangani perjanjian dagang dan presiden telah menandatangani perintah eksekutif, kita telah melewati rintangan utama," kata Ishiba, suaranya terdengar tercekat oleh emosi, seperti dikutip dari Reuters.
"Saya ingin menyerahkan tongkat estafet kepada generasi berikutnya," ujarnya lagi.
Kekhawatiran atas ketidakpastian politik menyebabkan aksi jual mata uang yen Jepang dan obligasi pemerintahnya pekan lalu, dengan imbal hasil obligasi 30 tahun mencapai rekor tertinggi pada hari Rabu.
Spekulasi Pengganti Ishiba
Spekulasi mengenai nasib Ishiba dipicu oleh keputusan LDP untuk menjadwalkan pemungutan suara pada Senin mengenai apakah akan mengadakan pemilihan kepemimpinan luar biasa.
Meskipun persaingan kepemimpinan baru dapat menambah beban bagi perekonomian yang terdampak tarif AS, pasar lebih berfokus pada kemungkinan Ishiba digantikan oleh seorang pendukung kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar, seperti veteran LDP, Sanae Takaichi, yang mengkritik kenaikan suku bunga Bank of Japan.
Ishiba mengalahkan Takaichi dengan perolehan angka yang tipis dalam putaran kedua kepemimpinan LDP tahun lalu.
Sementara Shinjiro Koizumi, pewaris politik yang telah meraih popularitas sebagai menteri pertanian Ishiba, digadang sebagai calon pengganti lainnya.
"Mengingat tekanan politik yang meningkat terhadap Ishiba setelah kekalahan LDP yang berulang kali dalam pemilu, pengunduran dirinya tak terelakkan," kata Kazutaka Maeda, ekonom di Meiji Yasuda Research Institute.
"Mengenai calon penerus, Koizumi dan Takaichi dipandang sebagai kandidat yang paling mungkin. Meskipun Koizumi diperkirakan tidak akan membawa perubahan besar, sikap Takaichi terhadap kebijakan fiskal ekspansif dan pendekatannya yang hati-hati terhadap kenaikan suku bunga dapat memicu sorotan dari pasar keuangan," ujar Maeda.
Karena partai ini tidak memiliki mayoritas di kedua majelis, tidak ada jaminan bahwa presiden LDP berikutnya akan menjadi perdana menteri. Siapa pun yang menjadi pemimpin berikutnya dapat memilih untuk mengadakan pemilihan umum cepat untuk mendapatkan mandat, kata para analis.
Meskipun oposisi Jepang masih terpecah, partai Sanseito yang berhaluan kanan ekstrem dan anti-imigrasi meraih kemenangan besar dalam pemilihan majelis tinggi bulan Juli, membawa ide-ide yang dulunya dianggap pinggiran ke arus utama politik.
Hampir 55% responden jajak pendapat oleh kantor berita Kyodo yang diterbitkan pada hari Minggu mengatakan bahwa tidak perlu mengadakan pemilihan umum dini. Tindakan terakhir Ishiba sebagai perdana menteri adalah menyelesaikan kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat minggu lalu, di mana Jepang menjanjikan investasi sebesar $550 miliar dengan imbalan tarif yang lebih rendah dari Presiden AS Donald Trump.
