Gejolak Politik Picu Lengsernya Sejumlah Pemimpin: Nepal, Prancis, dan Thailand
Sejumlah negara tengah mengalami situasi gejolak politik domestik belakangan ini. Kondisi tersebut dipicu salah satunya oleh keadaan ekonomi dalam negeri yang memburuk dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap elite lokal.
Kejadian tersebut berujung pada pengunduran diri sejumlah pemimpin negara, seperti yang terjadi di Nepal dan Prancis. Selain itu, pencopotan pejabat tinggi juga berlangsung di Thailand.
Berikut daftarnya:
Nepal
Demonstrasi di Nepal bermula dari pemblokiran 26 platform media sosial, termasuk Instagram, YouTube, Facebook, dan WhatsApp, karena tidak mendaftarkan platform hingga batas waktu yang ditetapkan.
Penutupan akses media sosial itu diawali oleh aksi anak muda dan generasi Z di Nepal yang kerap mengunggah informasi tentang kehidupan mewah keluarga dan anak-anak politikus dan pegawai negeri sipil yang korup di media sosial. Namun, pemerintah malah merespons dengan menutup platform media sosial.
Pemerintah Nepal juga akhirnya membuka blokir 26 media sosial pada Senin (8/9), namun masyarakat sudah terlanjur marah, serta mengeluhkan tingginya korupsi dan gaya hidup mewah pejabat.
Para kaum muda lalu memutuskan turun ke jalan untuk berdemonstrasi, namun berujung kerusuhan. Kejadian tersebut menyebabkan 19 orang meninggal dunia pada Senin (8/9) dan bertambah lagi tiga pada Selasa (9/9), sehingga totalnya menjadi 22.
Aksi unjuk rasa yang makin meluas membuat Perdana Menteri Nepal K.P. Sharma Oli mengundurkan diri pada hari Selasa (9/9).
"Saya telah mengundurkan diri efektif hari ini untuk memfasilitasi penyelesaian masalah dan membantu menyelesaikannya secara politis sesuai dengan konstitusi," ujar Oli dalam surat pengunduran dirinya kepada Presiden Ramchandra Paudel pada Selasa (9/9) dikutip dari Reuters.
Kerusuhan ini merupakan yang terburuk dalam beberapa dekade di Nepal. Bahkan, massa juga membakar rumah pribadi Oli serta kediaman sejumlah politikus lainnya. Bandara Kathmandu, gerbang internasional utama Nepal, ditutup dengan segera karena asap dari kebakaran yang dipicu oleh pengunjuk rasa.
Prancis
Parlemen Prancis melengserkan Francois Bayrou dari jabatannya sebagai Perdana Menteri (PM) sejak 8 September lalu. Mayoritas anggota parlemen menolak rencana Bayrou memangkas anggaran sebesar €44 miliar atau sekitar Rp 846,3 triliun dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2026.
Rencana pengurangan anggaran tersebut sebelumnya ditujukan untuk menekan defisit anggaran dari 5,8% produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini menjadi 4,6% pada tahun 2026.
Proposal pemangkasan anggaran yang dilakukan Bayrou datang dari aturan Uni Eropa yang mewajibkan defisit anggaran di bawah 3% PDB. Melansir pemberitaan The Guardian, pemangkasan anggaran juga didorong oleh kondisi utang publik negara yang telah mencapai €3,3 triliun atau sekitar 114% PDB, plus dengan biaya bunga tahunan mencapai €60 miliar. Beban bunga inilah yang berisiko menjadi pos terbesar dalam anggaran negara jika tidak segera dikendalikan.
Pemangkasan besar itu memicu penolakan luas, termasuk dari partai oposisi. Hasilnya, pemerintahan Bayrou tumbang dengan 364 suara menolak dan hanya 194 suara dukungan parlemen.
Presiden Emmanuel Macron selanjutnya menunjuk Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu menjadi PM Prancis. Lecornu menjadi perdana menteri ketiga Prancis yang ditunjuk oleh Macron dalam setahun terakhir.
Macron memberi instruksi kepada Lecornu agar dapat menyatukan partai-partai yang terpecah di Parlemen sehingga dapat meloloskan rancangan APBN tahun depan.
Lengsernya pemerintahan Francois Bayrou pada 8 September membuat situasi politik Prancis semakin tidak stabil. Publik melihat pergantian tiga perdana menteri yang berulang dalam setahun sebagai tanda ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah.
Kekecewaan tersebut kemudian menjadi bahan bakar bagi gerakan protes yang awalnya tumbuh di media sosial. Gerakan ini lalu mendapat dukungan dari organisasi besar seperti konfederasi serikat buruh Prancis atau Confédération Générale du Travail (CGT) dan partai-partai kiri.
Demonstasi di Prancis kini menjadi aksi terkoordinasi dengan slogan ‘blokir semuanya’. Protes massa yang melibatkan blokade jalan memicu penutupan sekolah dan sejumlah fasilitas transportasi publik hingga pom bensin. Pemerintah kini menyiagakan sekitar 80 ribu polisi di seluruh negeri untuk mencegah kerusuhan.
Thailand
Pimpinan Partai Bhumjaithai, Anutin Charnvirakul, terpilih sebagai PM ke-32 Thailand menggantikan posisi Paetongtarn Shinawatra yang merupakan anak mantan PM Thailand, Thaksin Shinawatra.
Kantor Berita Pemerintah Thailand, Thai News Agency (TNA), melaporkan Anutin mengamankan kursi perdana menteri dengan 311 suara dari 492 anggota parlemen. Saingan utamanya, Chaikasem Nitisiri dari Partai Pheu Thai, meraih 152 suara.
Paetongtarn Shinawatra dipecat oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada tanggal 29 Agustus 2025 karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Pelanggaran itu terkait dengan rekaman percakapan telepon yang bocor antara Paetongtarn dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, selama ketegangan dua negara.
Dalam percakapan itu, Paetongtarn sempat memanggil Hun Sen dengan panggilan personal sebagai ‘paman’ serta menyebut akan mengakomodasi permintaan Kamboja.
Sikap Paetongtarn dinilai menempatkan kepentingan pribadi di atas kepentingan nasional, sekaligus merusak reputasi Thailand serta kepercayaan publik terhadap kepemimpinannya.


