Guru SMA Gugat UU Pemda ke MK, Minta Urusan Pendidikan Ditarik ke Pusat
Seorang guru matematika SMAN 2 Karawang, Robby Sopyan, mengajukan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam permohonan dengan nomor perkara Nomor 158/PUU-XXIII/2025 itu, ia menguji konstitusionalitas Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UU Pemda yang mengatur pembagian urusan pemerintahan, termasuk bidang pendidikan, antara pemerintah pusat dan daerah.
Ia juga mengusulkan agar seluruh urusan pendidikan dikembalikan ke pemerintah pusat dengan jaminan kesejahteraan guru yang lebih adil dan transparan.
Sidang pendahuluan digelar di Ruang Sidang MK pada Rabu (10/9). Robby yang hadir secara daring menilai desentralisasi pendidikan menimbulkan berbagai persoalan. Ia menyoroti tarik menarik kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah terkait guru maupun pembangunan infrastruktur sekolah.
Dalam sidang, Robby mengutip kajian berjudul politik Pendidikan dan Kebijakan Pemerintah terhadap kebijakan Pendidikan islam. Kajian tersebut menyatakan desentralisasi pendidikan menimbulkan banyak masalah seperti tarik menarik urusan guru antara pusat dan daerah hingga pembangunan gedung.
Selain itu, ia juga mencontohkan sistem pendidikan Prancis yang pengelolaannya terpusat di kementerian. Pemerintah daerah hanya berfokus pada sarana pendukung, seperti infrastruktur sekolah hingga layanan makan siswa.
Robby berpandangan, model yang diterapkan di Prancis ini dapat menjadi jawaban atas alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBD sebagaimana diamanatkan konstitusi.
Ia menjelaskan, di Prancis, Menteri Pendidikan jadi pengatur kebijakan pendidikan di level pusat seperti urusan kurikulum, pengelolaan guru dan pelayanan pendidikan lainnya. Sedangkan pemerintah daerah lebih fokus mengatur infrastruktur sekolah, transportasi, hingga mengurusi sarapan atau makan siswa.
“Hal itu juga menjadi jawaban jika ada pertanyaan kemana APBD 20 persen pendidikan yang diamanatkan UUD 1945 disalurkan. Jawabannya bisa mengadopsi peran pemerintah daerah di negara tersebut,” kata Robby dalam sidang.
Di sisi lain, Robby menyoroti jenjang karier guru yang dinilai kurang memberi motivasi. Ia berpandangan, karier guru seharusnya dibangun seperti dosen yang tumbuh dari lingkungan akademis.
Selain itu, ia juga menyinggung rendahnya penghasilan guru yang menurutnya merupakan dampak dari kebijakan desentralisasi. Atas dasar itu, Robby meminta MK menyatakan Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku.
Usai mendengar permohonan Robby, hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan agar ia menguraikan kerugian konstitusional yang dialaminya sebagai guru.
“Nanti diuraikan sebagai guru kerugiannya di mana, nanti dijelaskan,” kata Daniel.
Majelis hakim pun memberikan waktu 14 hari untuk Robby memperbaiki permohonannya yang paling lambat diterima MK pada 23 September 2025 pukul 12.00 WIB.
