Kejagung Sita Tanah hingga Vila Terkait Pencucian Uang di Kasus Sritex
Tim Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah aset terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk atau PT Sritex dan entitas anak usaha.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan penyitaan ini berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara tersebut.
“Penyitaan ini dilakukan pada Selasa 7 Oktober 2025 yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” kata Anang dalam keterangan pers, dikutip kamis (9/10).
Rincian aset yang disita yakni:
- Satu bidang tanah dan bangunan di atasnya dengan total luas 389 m2, berlokasi di Kelurahan Setabelan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta;
- Satu bidang tanah dan bangunan di atasnya berupa Vila dengan total luas 3.120 m2, berlokasi di kawasan daerah wisata Tawangmangu, Kelurahan Blumbang, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar;.
- Empat bidang tanah kosong yang berlokasi di masing-masing Kecamatan Karanganyar, Kelurahan Sroyo, Kelurahan Kemiri dan Kecamatan Kebakkramat.
“Jumlah pemasangan plang penyitaan yaitu sebanyak enam bidang tanah dengan total luas 20.027 m2,” kata Anang.
Dalam kasus itu, Kejagung telah menetapkan bos PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ISL) serta Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), sebagai tersangka dugaan TPPU.
Kejagung lebih dulu menetapkan keduanya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit pada PT Sritex dan entitas anak usahanya.
Anang mengatakan keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang per 1 September.
"Terkait penanganan perkara Sritex, terhadap inisial IKL dan ISL sudah ditetapkan, dikenakan pasal TPPU-nya per 1 September oleh penyidik," kata Anang di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, bulan lalu (12/9).
Dalam perkara dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex, Iwan Setiawan selaku Direktur Utama menggunakan dana untuk modal kerja tersebut untuk membayar utang dan membeli aset.
Sementara Iwan Kurniawan yang merupakan Wakil Direktur Utama Sritex diduga meneken permohonan pemberian kredit modal kerja dan investasi kepada salah satu bank daerah pada 2019. Selain itu, ia juga menandatangani dokumen serupa kepada bank lain setahun setelahnya meski kredit tak digunakan sesuai peruntukannya.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan Iwan Kurniawan Lukminto sebagai tersangka dalam kasus pemberian kredit bank ke Sritex. Penyidikan berawal dari kejanggalan laporan keuangan Sritex pada 2021.
Saat itu, Sritex melaporkan kerugian US$ 1,08 miliar atau Rp 15,6 triliun. Padahal, pada tahun sebelumnya, perusahaan masih membukukan laba Rp 1,24 triliun.
Selisih signifikan tersebut menjadi pintu masuk bagi penyidik Jampidsus untuk mengungkap temuan bahwa Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit dengan total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi Rp 3,59 triliun hingga Oktober 2024.
