Serba-Serbi Pemangkasan Dana Transfer Daerah, Diprotes 18 Gubernur
Pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 menjadi sekitar Rp 692,9 triliun. Angka tersebut lebih sedikit dibandingkan APBN 2025 yakni Rp 919 triliun.
Keputusan ini memancing protes dari sejumlah kepala daerah. Pada Senin (7/10), setidaknya 18 kepala daerah mendatangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta. Mereka yang menemui Purbaya ini tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).
18 Gubernur itu yakni:
- Gubernur Jambi
- Gubernur Aceh
- Gubernur Maluku Utara
- Gubernur Kalimantan Timur
- Gubernur Kalimantan Utara
- Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
- Gubernur Banten
- Gubernur Kepulauan Riau
- Gubernur Jawa Tengah
- Gubernur Sulawesi Tengah
- Gubernur Sumatera Barat
- Gubernur DI Yogyakarta
- Gubernur Papua Pegunungan
- Gubernur Bengkulu
- Gubernur Sumatera Utara
- Gubernur Lampung
- Gubernur Sulawesi Selatan
- Gubernur NTB.
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jambi Al Haris menyoroti beratnya beban daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil. Ia mengatakan, belanja pegawai terutama pembayaran PPPK, masih menjadi beban utama dalam APBD 2026.
“Bagi daerah dengan PAD kecil, ini berat sekali. Kami harap ada evaluasi dan penyesuaian ke depan,” ujarnya usai pertemuan dengan Purbaya di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10).
Di sisi lain, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos mengungkapkan dana transfer dari pusat ke provinsinya turun tajam dari Rp 10 triliun pada 2025 menjadi Rp 6,7 triliun pada 2026.
“Dari potongan sekitar Rp3,5 triliun, terbesar ada di Dana Bagi Hasil (DBH). Karena DBH kami ini porsinya 60%,” kata Sherly.
Ia mengeluhkan, dengan anggaran yang lebih kecil, belanja infrastruktur akan terganggu. “Belanja jalan, infrastruktur, dan jembatan jadi berkurang. Kami minta jangan ada pemotongan,” katanya.
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah menambahkan, pemangkasan TKD berdampak besar terhadap kemampuan daerah dalam membayar gaji ASN dan PPPK, serta membiayai proyek pembangunan.
Menurut Mahyeldi, pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) semakin menambah beban pemerintah daerah. Kondisi ini terjadi di tengah meningkatnya kebutuhan anggaran untuk membayar pegawai serta merealisasikan berbagai program pembangunan yang telah dijanjikan.
Ia berharap pemerintah pusat dapat mempertimbangkan kembali kebijakan TKD, atau setidaknya mengambil alih pembiayaan gaji ASN. “DAU berkurang, sementara dari Kementerian PAN-RB kami mengangkat PPPK dan pegawai. Pembiayaannya dibebankan ke pemda,” ujar Mahyeldi.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution mengungkapkan Provinsi Sumut terkena penyesuaian dana transfer ke daerah atau TKD dari pemerintah pusat sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun 2026.
Jakarta Tak Protes
Di sisi lain, Purbaya juga menemui Gubernur Jakarta Pramono Anung di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (7/10). Pramono tak termasuk dalam deretan kepala daerah yang memprotes pemangakasan TKD.
“Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Gubernur yang tidak banyak protes ketika dana bagi hasilnya saya potong banyak hampir Rp 20 triliun,” kata Purbaya saat konferensi pers di Balai Kota Jakarta, Senin (7/10).
Pada kesempatan yang sama, Pramono menyatakan akan menyesuaikan kebijakan pemerintah pusat, terutama dalam hal pengaturan Dana Bagi Hasil (DBH).
“Kami akan menyesuaikan, terutama untuk pengaturan DBH (Dana Bagi Hasil), karena kami tahu pasti langkah yang diambil oleh pemerintah pusat sudah dipikirkan secara matang dan kami mengikuti sepenuhnya,” kata dia.
Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menyebut Jakarta melakukan creative financing salah satunya dengan Jakarta Collaboration Fund. Purbaya menyambut positif rencana Pramono.
Mendagri Minta Kepala Daerah Efisien
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menginstruksikan kepada para kepala daerah untuk menerapkan efisiensi belanja birokrasi yang melingkupi pengeluaran untuk rapat, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan dan lain sebagainya.
“Menghadapi dinamika transfer keuangan daerah yang beralih ke pusat maka satu tipsnya, rekan-rekan di daerah harus melakukan efisiensi belanja, terutama belanja yang birokrasi,” kata Tito kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/10).
Tito mencontohkan kondisi saat efisiensi di massa pandemi Covid-19. Ia juga meminta agar seluruh kepala daerah menjaga integritasnya, mantan Kapolri ini juga menyinggung konsekuensi hukum jika ada indikasi ke arah penyelewengan.
“Anggaran untuk program harus betul-betul bisa menjadi barangnya. Jangan dijadikan bancakan, kena masalah hukum nanti,” kata Tito.
Berpotensi Ditambah Lagi
Sedangkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjanji akan menambah kembali anggaran transfer ke daerah. Syaratnya, kondisi penerimaan negara dan perekonomian nasional secara keseluruhan membaik.
“Kalau memang ekonominya sudah bagus, pendapatan pajaknya naik, coretax lebih bagus, Bea Cukai nggak ada bocor, pajaknya nggak ada bocor. Harusnya kan naik semua kan? Kalau naik semua kita bagi,” kata Purbaya di Gedung Kemenkeu, Selasa (7/10).
Namun, Purbaya menegaskan bahwa dirinya tidak dalam posisi untuk mengorbankan keberlanjutan kebijakan fiskal demi menambah alokasi TKD.
Ia mengatakan, evaluasi terhadap kondisi keuangan negara dan ruang fiskal akan dilakukan pada pertengahan kuartal II 2026. Pada periode tersebut, pemerintah akan melihat kemungkinan untuk kembali menyesuaikan alokasi TKD.



