MK Tolak Gugatan Partai Buruh Soal Hapus Ambang Batas Parlemen, Ini Alasannya
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji materi yang diujikan Partai Buruh terkait ambang batas parlemen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
MK menyatakan permohonan Partai Buruh itu prematur karena terdapat putusan MK sebelumnya yakni Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang telah memastikan penghapusan ambang batas parlemen. Meski demikian, DPR selaku legislator belum mengubahnya.
“Menyatakan permohonan pemohon Nomor 131/PUU-XXIII/2025 tidak dapat diterima,” bunyi putusan yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (16/10).
Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, “Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Putusan 116/PUU-XXI/2023 itu dibacakan MK pada Februari 2024 lalu. Isinya adalah:
“Konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.”
Melalui putusan itu, mahkamah memerintahkan DPR mengatur ulang ambang batas parlemen untuk anggota dewan di 2029 nanti. Kendati demikian, belum ada tindak lanjut dari DPR terkait putusan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, MK menilai kerugian hak konstitusionalitas yang didalilkan Partai Buruh dalam Perkara Nomor 131/PUU-XXIII/2025 tidak berdasar sehingga tidak dapat dinilai oleh MK.
Dalam petitumnya, Partai Buruh meminta MK menyatakan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat. Intinya, Partai Buruh meminta MK menghapus aturan ambang batas parlemen secara nasional.
Namun, apabila menurut MK aturan ambang batas parlemen tetap diperlukan, Pemohon mengajukan petitium alternatif berupa pemberlakuan ambang batas parlemen yang berbasis dapil, dan bukan berbasis pada suara sah nasional.
