Lembaga Pengawas ASN Dibubarkan di Era Jokowi, Kini Diminta MK Hadir Kembali

Ade Rosman
17 Oktober 2025, 05:30
asn, mk, kasn
ANTARA FOTO/Andry Denisah/foc.
Sejumlah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mengikuti pernyerahan SK pengakatan di halaman Kantor Gubernur Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (16/6/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pembentukan lembaga independen yang didesain sebagai pengawas pelaksanaan sistem merit Aparatur Sipil Negara (ASN). lembaga ini akan menjalankan pengawasan atas pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN.

Hal ini termaktub dalam putusan MK berkaitan dengan permohonan uji materiil Pasal 26 ayat (2) huruf d dan Pasal 70 ayat (3) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2023 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Mahkamah menyatakan, Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Penerapan pengawasan sistem merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dilakukan oleh suatu lembaga independen”. 

“Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan,” bunyi putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang digelar Kamis (16/10). 

Sebelumnya, pengawasan ini dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) lembaga non struktural, mandiri, dan independen yang dibubarkan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi membubarkan KASN pada September 2024 melalui Perpres Nomor 91 Tahun 2024.

UU 20/2023 telah menyerahkan kewenangan yang semula dimiliki oleh KASN kepada BKN dan Kementerian PANRB melalui Pasal 70 ayat (3) UU 20/2023 yang menjadi dasar terbitnya Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2024.

Namun, MK menilai, pegawai ASN mudah diintervensi kepentingan politik, sehingga diperlukan lembaga independen sebagai pengawasnya. 

“Terhadap hal tersebut, perlu ada pemisahan fungsi dan kewenangan yang jelas antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan benturan kepentingan,” kata hakim konstitusi Guntur Hamzah. 

Mahkamah mengatakan, dalam hal ini, pengawas kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, namun juga sekaligus sebagai penyeimbang yang berada di luar pelaksana kebijakan. Fungsinya memastikan sistem merit berjalan dengan baik sehingga mampu menciptakan birokrasi yang profesional dan melindungi karier ASN. 

“Adapun wujud lembaga independen dimaksud merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengatur dan membentuknya karena ada kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan akuntabel,” kata Guntur. 

Adapun, permohonan uji materiil ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pemohon I), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (Pemohon II), dan Indonesia Corruption Watch (Pemohon III). 

Dalam petitumnya, Pemohon I menilai dengan dihilangkannya pengawasan sistem merit, asas, dan kode etik serta kode perilaku ASN telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Ini karena hal tersebut menghilangkan pengawasan independen atas netralitas penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024. 

Sementara bagi Pemohon II menilai dengan tidak terdapat sistem pengawasan yang independen, ASN dapat dengan mudah dimobilisasi untuk kepentingan partisan pemilihan umum. 

Sedangkan bagi Pemohon III berpandangan dengan dihilangkannya pengawasan sistem merit, asas serta kode etik dan kode perilaku ASN dan dihilangkannya pengawasan independen atas netralitas ASN, akan berdampak pada dilanggengkannya praktik mobilisasi partisan ASN. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...