MKD DPR Sanksi Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Nonaktif 3 hingga 6 Bulan
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach melanggar kode etik. Ketiganya disanksi penonaktifan sebagai anggota DPR. Keputusan itu dibacakan dalam sidang putusan pelanggaran etik yang digelar MKD pada Rabu (5/11).
“Menyatakan teradu Nafa Urbach non-aktif selama 3 bulan, berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” bunyi putusan yang dibacakan Wakil Ketua MKD Adang Darajatun.
Sementara itu, Sahroni yang juga sama-sama berasal dari fraksi Partai Nasdem dinilai melanggar etik dan dijatuhi sanksi enam bulan. Ia dihitung terkena skors sejak keputusan partai menonaktifkannya.
“Menghukum teradu 5 Ahmad Sahroni non-aktif selama enam bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan ybs sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” bunyi putusan MKD.
Kemudian, Eko terbukti melanggar etik dan dijatuhi sanksi nonaktif selama empat bulan.
Sementara itu, Surya Utama alias Uya Kuya dan Adies Kadir dinilai tak melanggar kode etik. Mereka pun kembali menjadi anggota DPR.
Sebelumnya, MKD telah menghadirkan saksi serta ahli terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan kelimanya. Dugaan pelanggaran etik ini buntut demonstrasi besar yang terjadi pada 25-31 Agustus 2025.
Adapun, dugaan pelanggaran etik kelimanya masing-masing tercatat lewat perkara Nomor 39/PP/IX/2025, 41/PP/IX/2025, 42/PP/IX/2025, 44/PP/IX/2025, dan 49/PP/IX/2025.
MKD berpandangan aksi joget-joget yang menjadi salah satu pemantik demonstrasi besar akhir Agustus lalu telah dipolitisasi sedemikian rupa.
"Sebagian anggota DPR RI berjoget karena mengapresiasi mahasiswa Unhan yang menyanyikan lagu-lagu daerah bukan karena merayakan pengumuman gaji anggota DPR RI. Pada saat itu juga tidak ada kenaikan gaji anggota DPR,” kata Imron Amin membacakan putusan.
MKD berpendapat, adanya informasi tidak benar yang disebarluaskan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dengan narasi anggota DPR berjoget merayakan kenaikan gaji sehingga memicu amarah publik.
“Mahkamah berpendapat bahwa informasi yang tidak benar tersebut dan tersebar luas telah menimbulkan persepsi yang salah dari masyarakat kepada para teradu,” kata Imron.

