Bacakan Pleidoi, Eks Dirut ASDP Singgung Dampak Akuisisi PT Jembatan Nusantara
Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022.
Dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakannya, ia mengklaim akuisisi yang dilakukan terhadap saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) memberikan keuntungan kepada ASDP dan negara.
“Akuisisi ini sangat menguntungkan bagi ASDP dan negara. Mendapat 53 kapal dengan izin operasi sekaligus di saat peluang mendapatkan izin baru tertutup adalah satu kesempatan langka, sulit terjadi lagi di masa depan,” kata Ira dalam sidang pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/11),
Ira mengatakan, langkah tersebut bisa meningkatkan jumlah 70% unit kapal komersial yang berguna untuk bisnis maupun penguatan layanan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
"Tujuan pertama adalah meningkatkan market share yang tadinya 23% menjadi 33,7%," kata Ira.
Ira juga mengatakan, dari akuisisi saham PT JN, pendapatan kapal ASDP bisa meningkat. "Dari Rp 7,4 miliar (per kapal) per tahun menjadi di atas Rp 12 miliar (per kapal) per tahun," katanya.
Selain itu, dia mengatakan, tambahan kapal bisa memperkuat porsi komersial dari jalur pelayaran ASDP dari 60%-70% menjadi 83%. "Sektor komersial ini bisa membantu keberlangsungan layanan perintis ASDP," kata Ira menyinggung pola subsidi silang dalam usaha perusahaan tersebut.
Ira juga membantah dakwaan jaksa bahwa kapal yang diperoleh ASDP sudah tak layak beroperasi. Dia mengatakan, dari keterangan saksi ahli mantan anggota Mahkamah Pelayaran, suatu kapal disebut scrap atau tutuh jika tak layak berlahyar hingga menghasilkan pendapatan.
"Faktanya, kapal-kapalnya dalam status layak melaut dan mampu menghasilkan pendapatan Rp 600 miliar setahun," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Ira mempertanyakan angka kerugian negara yang disajikan. "Kerugian keuangan negara pun direka-reka hingga lahir angka sangat besar yaitu 1,253 triliun, seolah-olah akuisisi ini rugi 98,5% dan kemahalan 6.600%, angka yang sangat fantastis dan sulit diterima akal,” kata Ira.
Duduk Perkara Kasus Akuisisi Saham
Dalam perkara ini, Ira dituntut 8,5 tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bahwa Ira bersalah dalam kasus dugaan korupsi pada akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022.
“Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman penjara selama 8 tahun dan 6 bulan dengan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/10).
Ira beserta eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono didakwa telah merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022.
Jaksa KPK mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Jaksa menjelaskan perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019. Namun, skema itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa disebut melakukan dua keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kerja sama KSU dengan PT JN. Jaksa menyatakan para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, serta melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara ASDP dengan PT JN meski belum ada persetujuan dari dewan komisaris.
Jaksa juga menyebut para terdakwa menyampaikan isi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke dewan komisaris PT ASDP. Meski demikian, substansi izin itu berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri BUMN saat itu.
Para terdakwa juga dituding tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. Mereka diduga mengondisikan penilaian 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU).
Terdakwa juga dinilai telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
Jaksa meyakini penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN dilakukan para terdakwa untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN.
Jaksa juga mengatakan para terdakwa mengkondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang.
Terdakwa juga disebut memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya pemilik PT JNI, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun. Nilai ini kemudian menjadi kerugian keuangan negara,
Jaksa juga menjelaskan, kerugian negara terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran akuisisi saham PT JN sebesar Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebesar Rp 380 miliar, serta nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1,272 triliun.
"Perbuatan Terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT Jembatan Nusantara Group sebesar Rp 1.253.431.651.169," kata jaksa.
Dalam perkara ini, ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
