Apa itu Mimetic Violence yang Disebut Terkait Peledakan di SMAN 72 Jakarta?
Densus 88 Antiteror Polri menyatakan aksi yang dilakukan pelaku peledakan di SMAN 72 Jakarta digolongkan sebagai ‘mimetic violence daring’. Selain itu, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan tak ditemukan aktivitas terorisme yang dilakukan oleh pelaku.
"Murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum, jadi kalau di komunitas kekerasan ini ada istilah mimetic violence daring,” kata Mayndra dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/11) seperti disiarkan dalam siaran daring.
Mimetic violence adalah kekerasan yang muncul karena peniruan keinginan. Dari pendalaman, polisi menemukan nama-nama yang tertulis di permukaan senjata mainan milik pelaku merupakan nama-nama pelaku penembakan massal di negara lain.
Sejumlah nama tersebut yakni:
1. Alexandre Bissonnete, pelaku penembakan di Quebec City (29 Januari 2017);
2. Luca Traini, pelaku penembakan enam migran asal Afrika di Kota Macerata (Februari 2018);
3. Brenton Harrison Tarrant, pelaku penembakan massal di dua masjid di Selandia Baru (15 Maret 2019);
4. Eric Harris, pelaku penembakan di SMA Columbine;
5. Dylan Klebold, pelaku penembakan di SMA Columbine; dan
6. Dylann Roof, pelaku penembakan di salah satu gereja di Amerika Serikat.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin mengatakan pelaku merasa sendirian dan tidak memiliki tempat untuk berkeluh kesah. Iman mengatakan, hal tersebut menjadi salah satu pendorong melakukan aksinya.
“Yang bersangkutan merasa sendiri, tidak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesah. Baik itu di lingkungan keluarga dan sekolah,” kata Iman.
Polisi mendapat informasi dari pemeriksaan saksi bahwa pelaku dikenal sebagai sosok kerap menyendiri. Di sisi lain, berdasarkan analisis ponselnya pelaku juga tertarik dengan konten kekerasan dan hal yang cenderung ekstrem.
Apa Itu Mimetic Violence?
Mimetic theory atau teori mimetika diperkenalkan oleh seorang filsuf Prancis, Rene Girard. Ia menggambarkan kekerasan dapat muncul dari proses peniruan.
Dalam bukunya yang berjudul Violence and the Sacred (1972), Girard mengatakan manusia belajar lewat meniru atau mimetic desire. Keinginan meniru ini juga terjadi dalam konflik dan kekerasan.
Dalam bukunya, Girard mengatakan mimetic violence terjadi dari keinginan yang menular untuk mempraktikkan kekerasan. Konflik bisa berkembang menjadi kekerasan massal jika hal ini tak terkendali.
Dalam kajian Jurnal N. Yudi (2020) yang berjudul 'Telaah Atas Fenomena Mimetika Kekerasan di Ruang Maya dalam Terang Pemikiran René Girard', dituliskan bahwa Girard berpandangan peniruan ini bisa menjadi sumber kekerasan.
Masih dari sumber yang sama, dijelaskan bahwa Girard melihat proses peniruan tidak hanya terjadi di dalam pikiran manusia. Eksistensi orang lain turut mempengaruhi pola dan hasrat seseorang untuk bertindak.
