KUHAP Baru Resmi Disahkan, Pasal Penangkapan dan Penahanan jadi Sorotan

Ade Rosman
18 November 2025, 17:59
kuhap, rkuhap, penangkapan
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/sg
Aktivis dari Lokataru Foundation membakar fotokopi draf RKUHP saat menggelar aksi menyikapi pembahasan RKUHAP di Gerbang Pancasila DPR, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (18/11). 

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi KUHAP menyoroti masih adanya pasal yang dapat mengancam kebebasan warga negara. Pasalnya masih terdapat pasal yang berpotensi menjerat masyarakat.

Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi KUHAP menyoroti pasal 5 KUHAP yang mengatur penangkapan. Menurut mereka, penangkapan dan penahanan bisa terjadi meskipun pada tahap penyelidikan tindak pidana belum terkonfirmasi. 

Adapun, pasal 5 KUHAP berbunyi: 

Pasal 5

(1) Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang:

a. menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana baik secara tertulis maupun melalui media telekomunikasi dan/atau media elektronik; 

b. mencari, mengumpulkan, dan mengamankan keterangan dan barang bukti;

c. menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 

d. melakukan asesmen dan mengupayakan fasilitas dan/atau rujukan bagi kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan; dan

e. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2) Penyelidik atas perintah Penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penahanan;

b. pemeriksaan dan penyitaan surat; 

c. mengambil sidik jari, melakukan identifikasi, memotret seseorang, dan mengambil data forensik seseorang; dan 

d. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

(3) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada penyidik.

(4) Penyelidik mempunyai wewenang melaksanakan tugas di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi KUHAP juga menyoroti risiko semua masyarakat dapat ditangkap atau ditahan tanpa izin hakim. Hal itu tercantum dalam pasal 90 dan 93 KUHAP baru yang berbunyi sebagai berikut: 

Pasal 90

(1) Penetapan Tersangka dilakukan Penyidik terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.

(2) Penetapan Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam surat Penetapan Tersangka yang ditandatangani oleh Penyidik dan diberitahukan kepada Tersangka paling lama 1 (satu) Hari terhitung sejak surat Penetapan Tersangka dikeluarkan.

(3) Surat Penetapan Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat: 

a. identitas Tersangka; 

b. uraian singkat perkara; dan 

c. hak Tersangka. 

(4) Dalam hal Tertangkap Tangan, Penyidik segera menerbitkan surat Penetapan Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). 

(5) Dalam hal Tersangka merupakan warga negara asing, surat Penetapan Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberitahukan kepada perwakilan negaranya.

Pasal 93

(1) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyelidik atas perintah Penyidik berwenang melakukan Penangkapan. 

(2) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyidik dan Penyidik Pembantu berwenang melakukan Penangkapan. 

(3) PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan Penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri.

(4) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

Klarifikasi DPR

Sedangkan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Habiburokhman mengatakan mengatakan, penangkapan harus dilakukan setelah adanya penetapan tersangka. Menurutnya, ketentuan ini lebih adil ketimbang KUHAP Orde Baru yang mengatur penahanan jika tersangka mengabaikan panggilan dua kali berturut-turut. “Ini kan sangat objektif," katanya.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan, penangkapan bisa dilakukan jika tersangka berupaya melarikan diri, melakukan ulang tindak pidana, menghilangkan alat bukti dan terancam keselamatannya, atau memengaruhi saksi untuk berbohong. 

“Ini juga kan termasuk dalam obstruction of justice yang memang merupakan tindak pidana," katanya.


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...