DPR Telah Sahkan Revisi KUHAP, Ini Mekanisme Izin hingga Lama Penyitaan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-8 masa persidangan II tahun sidang 2026-2025 pada Selasa (18/11).
Salah satu isi KUHAP adalah hal-hal terkait penyitaan. Pasal ini juga menjadi sorotan masyarakat sipil karena dianggap berpotensi penyalahgunaan oleh aparat.
Meski demikian, Komisi III DPR membantah kekhawatiran soal penyitaan. Ketua Komisi III Habiburokhman mengatakan, dalam pasal 44 KUHAP baru menyatakan segala bentuk penyitaan harus mendapat izin dari ketua pengadilan negeri.
Adapun regulasi yang mengatur aparat melakukan penyitaan diatur dalam Pasal 44 dan 45. Dalam Pasal 44, penyidik harus menunjukkan tanda pengenal dari ketua pengadilan negeri kepada pihak yang menguasai benda.
Berikut aturannya:
Pasal 44
Dalam hal Penyidik melakukan Penyitaan, Penyidik terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya dan surat izin Penyitaan dari ketua pengadilan negeri kepada pemilik atau pihak yang menguasai benda tersebut.
Pasal 45
(1) Penyidik menjelaskan benda yang akan disita kepada pemilik atau pihak yang menguasai benda tersebut atau Keluarganya dan dapat meminta keterangan mengenai benda yang akan disita tersebut dengan disaksikan oleh kepala desa/lurah atau nama lainnya atau ketua rukun tetangga dengan 2 (dua) orang saksi.
(2) Penyidik membuat berita acara Penyitaan yang kemudian dibacakan kepada pemilik atau pihak yang menguasai benda atau Keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh Penyidik, pemilik atau pihak yang menguasai benda, atau Keluarganya dan kepala desa/lurah atau nama lainnya atau ketua rukun tetangga dengan 2 (dua) orang saksi.
(3) Dalam hal pemilik atau pihak yang menguasai benda atau keluarganya tidak bisa baca tulis, berita acara Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibacakan oleh Penyidik, serta diberi tanggal dan ditandatangani oleh Penyidik, dibubuhkan cap jempol oleh pemilik atau pihak yang menguasai benda atau Keluarganya, dan ditandatangani oleh kepala desa/lurah atau nama lainnya atau ketua rukun tetangga dengan 2 (dua) orang saksi
(4) Dalam hal pemilik atau pihak yang menguasai benda tidak bersedia membubuhkan tandatangannya atau cap jempol, hal tersebut dicatat dalam berita acara Penyitaan dengan menyebut alasannya.
(5) Turunan atau salinan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Penyidik kepada atasannya, ketua pengadilan negeri, pemilik atau pihak yang menguasai benda sitaan atau Keluarganya, dan kepala desa/lurah atau nama lainnya atau ketua rukun tetangga
Sedangkan Pasal 46 mengatur pencatatan dan pembungkusan barang sitaan. Adapun, Pasal 47 mengatur surat, buku, kitab, daftar, atau data tertulis yang bisa disita.
Lama Penyitaan
Dalam pasal 120, penyidik hanya dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri hanya untuk benda bergerak. Jika hal tersebut dilakukan, penyidik juga harus meminta persetujuan ketua pengadilan dalam waktu 5 hari kerja.
Pasal 123 juga menjelaskan benda yang dapat disita hanya yang terkait dengan tindak pidana. Adapun Pasal 125 menyatakan penyitaan benda yang pemiliknya tak diketahui harus melalui permohonan ketua pengadilan negeri.
Pengembalian Barang Sitaan
Pasal 133 hingga 135 mengatur kewajiban aparat mengembalikan barang sitaan. Dalam Pasal 134, pengembalian harus dilakukan paling lama 7 hari sejak benda sitaan tak diperlukan untuk penyidikan, penuntutan, hingga perkara ditutup.
Sedangkan Pasal 135 mengatur kemungkinan hakim memerintahkan barang sitaaan dimusnahkan atau beluk dikembalikan karena masih diperlukan sebagai bukti dalam perkara lain.
