Menggali Kekuatan Cerita Hijau, Jurnalis Didorong Bangun Narasi Keberlanjutan
Katadata Green bersama Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) menggelar pelatihan bagi jurnalis untuk memperkuat kemampuan membangun narasi keberlanjutan di era Environmental, Social, and Governance (ESG).
Director of Climate Reality Indonesia, Amanda Kaitili Niode, sebagai pemateri, menekankan bahwa jurnalis memegang peran sentral dalam membentuk pemahaman publik terhadap isu keberlanjutan.
“Jurnalis menentukan apa yang dilihat dan dipahami publik. Tanpa jurnalisme yang jernih, krisis tidak punya wajah,” ujar Amanda dalam lokakarya “Redaksi Terintegrasi dan Narasi Keberlanjutan: Memperkuat Jurnalisme Lingkungan di Era ESG”, di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (20/11).
Menurut Amanda, dalam era ESG, isu keberlanjutan tidak lagi berdiri sendiri. Liputan lingkungan perlu dirangkai dengan ekonomi, kesehatan, pangan, dan politik. Model redaksi terintegrasi, yang menjadi salah satu fokus lokakarya, dinilai memungkinkan jurnalis lintas desk untuk bekerja bersama, berbagi sudut pandang, dan memproduksi laporan yang menyeluruh.
Isu-isu keberlanjutan kini disebutnya bergerak lintas sektor, yakni dari transisi energi ke pangan biru, dari adaptasi iklim ke kesehatan publik. Tanpa alur kerja yang lebih terpadu antar reporter, data journalist, dan visual team, banyak detail penting berpotensi terlewat.
“Karena itulah pendekatan terintegrasi menjadi penting dalam mengolah cerita hijau secara konsisten dan mendalam,” Amanda menambahkan.
Salah satu pilar yang ditegaskan dalam lokakarya adalah bagaimana mengubah data teknis ESG menjadi narasi yang membumi. Amanda menekankan sejumlah teknik dalam membangun narasi lingkungan yang keberlanjutan seperti memeriksa sumber dan metode data, mencari manusia di balik angka, mengangkat tren jangka panjang, menunjukkan before-after yang jelas dan menyajikan visual sederhana.
“Tanpa data, berita lingkungan hanya opini. Tanpa cerita, data tidak bisa menggerakkan,” kata dia.
Pelatihan digelar di Kudus, Jawa Tengah, bersama 50 jurnalis dari berbagai kota di Pulau Jawa. Jurnalis asal Semarang, Widy Caksono, menilai pelatihan ini membuka wawasan baru terutama terkait peliputan isu lingkungan yang selama ini belum banyak mendapat perhatian di daerah.
“Ternyata banyak banget isu lingkungan yang teman-teman media belum terlalu aware, misalnya banjir rob dan penurunan muka tanah yang berdampak pada kawasan Sayung hingga Kota Semarang,” ujarnya.
Ia menilai materi pelatihan, mulai dari jurnalisme lingkungan hingga fotografi dan editing video, membantu jurnalis memahami cara menyampaikan isu kompleks dengan lebih efektif. “Dengan adanya lokakarya ini kita jadi lebih terbuka dan lebih aware. Ini loh caranya bantu masyarakat lewat pemberitaan yang berdampak,” Widy menambahkan.
