Mahasiswa Gugat UU MD3 ke MK, Minta Masyarakat Bisa Berhentikan Anggota DPR

Ameidyo Daud Nasution
21 November 2025, 16:11
mk, uu md3, dpr
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kedua kiri), anggota Majelis Hakim MK Arief Hidayat (kedua kanan), Daniel Yusmic P. Foekh (kanan) dan Enny Nurbaningsih (kiri) membacakan putusan uji materiil UU Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sejumlah mahasiswa menggugat Pasal 239 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 Adapun penggugat terdiri dari Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I) , Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).

Gugatan tersebut memiliki nomor kop surat Nomor 199/PUU-XXIII/2025. Mereka mempermasalahkan ketiadaan mekanisme pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) oleh konstituennya.

 “Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan bentuk kepedulian untuk berbenah," demikian pernyataan penggugat seperti dikutip dari laman MK, Jumat (21/11).

 Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan UUD 1945 dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini sepanjang tidak dimaknai bahwa diusulkan partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihan sesuai undang-undang.

 Adapun, bunyi beleid tersebut adalah:

 Pasal 239 Ayat 1

 (1) Anggota DPR berhenti antarwaktu karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau

c. diberhentikan.

 

Adapun, Ayat 2 mengatur alasan anggota DPR diberhentikan yakni:

 a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;

b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;

e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD;

f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;

g. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

h. menjadi anggota partai politik lain.

 Penggugat mengatakan pemberlakuan pasal tersebut membuat adanya ekslusifitas terhadap partai politik. Mereka mengatakan, ketika ada anggota DPR yang semestinya diberhentikan karena tak ada legitimasi rakyat, justur dipertahankan oleh partai.

 Penggugat mengatakan, mereka tak bisa memastikan wakilnya di DPR memperjuangkan kesejahteraan dan menjalankan janji-janji kampanye.

 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...