Laporan dari Padang: Jejak Amuk Banjir Bandang dan Duka Warga yang Tak Hilang
Ribuan gelondongan kayu masih teronggok di bibir Pantai Parkit Padang, Sumatra Barat, Senin (8/12). Bongkahan-bongkahan itu menjadi saksi betapa dahsyatnya banjir bandang yang menghantam Kota Padang pada Kamis (27/11) lalu.
Air bah dari kawasan hulu telah menyapu kayu dengan berbagai ukuran. Dari batang kecil hingga gelondongan berbobot ton tergiring hingga ke muara dan kini menumpuk di sepanjang garis Pantai Padang.
“Pertama kali kami turun, jumlahnya jauh lebih banyak dari ini. Sepanjang pantai ini, kayu saja isinya,” kata petugas Dinas Lingkungan Hidup Padang Ismaijun ketika ditemui usai membersihkan sisa gelondongan kayu di Pantai Parkit, Sumatera Barat pada Senin (8/12).
Hingga Senin itu, air banjir masih mengalir ke muara Pantai Parkit dan menyebabkan warna pantai menjadi kecoklatan. Padahal sebelum bencana melanda, pantai itu terkenal lantaran warna air yang biru terang.
Warga setempat menyatakan, sumber banjir berasal dari bukit yang berada di atas Lubuk Minturun, kota Padang, Berdasarkan perhitungan kasar Katadata menggunakan Google Earth, banjir tersebut menyeret gelondongan besar kayu sejauh 18,7 kilometer dari titik lokasi banjir dan longsor di bukit atas Lubuk Minturun hingga ke bibir Pantai Parkit.
Selain itu, kawasan Gunung Nago juga disebut menjadi salah satu sumber banjir besar di Kota Padang. Karena curah hujan yang tinggi, Sungai Gunung Nago meluap dengan debit air yang besar.
Kekuatan banjir yang besar kemudian mengikis dinding Sungai Gunung Nago hingga menjadi melebar. Aliran banjir yang kuat kemudian menghantam sejumlah wilayah di Kota Padang.
Dinas Kehutanan setempat saat ini masih melakukan penelusuran sumber kayu-kayu gelondongan tersebut berasal. Petugas telah mengambil sejumlah sampel kulit kayu untuk mencocokkan jenisnya di sejumlah titik yang disebut menjadi sumber banjir dan longsor.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana per Selasa (9/12), banjir bandang itu telah merusak dua ribu rumah, 24 fasilitas umum, 17 fasilitas pendidikan, lima rumah ibadah, dua fasilitas kesehatan dan tiga gedung. Sebanyak 11 orang dinyatakan meninggal.
Banjir hari itu memang bukan peristiwa baru bagi Kota Padang namun belum pernah sebesar banjir akhir November itu. Mengacu laporan BNPB tahun sebelumnya, banjir yang terjadi pada 7 Maret 2024 menyebabkan delapan ribu warga terpaksa mengungsi, delapan kecamatan terendam dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter. Banjir itu merusak 110 rumah dan satu fasilitas kesehatan, yakni RSUP Dr. M. Djamil. Meski begitu, tidak ada korban jiwa.
Penanganan Sampah Pasca Banjir Bandang
Sebelumnya, Pemerintah Kota Padang, Sumatra Barat menyebut total sampah yang terseret banjir bandang mencapai 3.327 ton. Jumlah itu kini menjadi fokus penanganan pemerintah yang menargetkan pembersihan tuntas dalam waktu sembilan hari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang, Fitra Masta menjelaskan, tumpukan sampah tersebut terdiri dari akumulasi backlog lima hari. Ada sampah spesifik bencana dari permukiman terdampak, serta gelondongan kayu dalam jumlah besar yang terbawa dari hulu sungai.
Bagian terbesar beban sampah pascabencana adalah kayu gelondongan, yang diperkirakan mencapai 1.100 ton. Namun ia memastikan, volume kayu yang harus benar-benar diangkut ke TPA tidak sampai setengahnya.
Menurutnya, masyarakat di kawasan pesisir aktif memungut dan memanfaatkan kayu itu, termasuk pelaku usaha kecil yang menggunakannya sebagai bahan bakar produksi. Pihaknya berupaya agar tidak semua kayu masuk ke TPA. Selain dimanfaatkan masyarakat, sebagian besar akan disalurkan ke PT Semen Padang sebagai bahan bakar alternatif.
"Meski volumenya sangat besar, tidak semua material perlu diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang, Fitra Masta, di Padang, Senin (1/12).
Sejak hari pertama pemulihan pascabencana, petugas Lembaga Pengelola Sampah dan bank sampah telah menerapkan pemilahan langsung di lapangan. Dengan pendekatan reduce, reuse, recycle (3R), sebagian material dapat segera dimanfaatkan kembali.
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan ulang material, Fitra yakin target penyelesaian sampah pascabencana dalam sembilan hari dapat tercapai. Saat ini, mobilisasi armada terus ditingkatkan melalui pembagian zona penanganan serta memastikan setiap area terdampak mendapatkan penanganan yang terukur dan tepat waktu.
Cerita Petugas DLH Bersihkan Sisa Gelondongan Kayu
Sudah sembilan hari para petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang bekerja membersihkan kayu-kayu di pantai Padang. Namun tumpukannya masih terhitung banyak.
Di bawah terik matahari siang, belasan petugas tampak bolak-balik mengangkat batang-batang besar ke bak belakang truk pengangkut sampah. Salah satu petugas DLH Ismaijun mengatakan, ia tak tahu kapan pastinya pekerjaan mereka membersihkan kayu ini akan selesai, saking banyaknya kayu yang tersebar.
“Pertama kali kami turun, jumlahnya jauh lebih banyak dari ini. Sepanjang pantai ini, kayu saja isinya,” kata Ismaijun ketika ditemui usai membersihkan sisa gelondongan kayu di Pantai Parkit, Sumatera Barat pada Senin (8/12).
Dia bercerita, mereka bekerja sejak pukul delapan pagi hingga menjelang senja. Pola kerja pun dibuat bergantian, karena menggotong kayu seberat itu memakan tenaga besar. Bahkan, dia mengatakan ada petugas DLH yang jatuh pingsan karena kelelahan mengangkat kayu gelondongan. Meski begitu, ia mengatakan timnya tetap berusaha menyelesaikan tugas.
“Kita tetap berjuang untuk membersihkan pantai ini,” ujarnya.
Ismaijun menduga gelondongan tersebut berasal dari kawasan Bukit Barisan di atas Lubuk Minturun. Banjir besar yang menerjang Kota Padang membawa serta material dari area perbukitan, termasuk kayu-kayu besar lalu menyeretnya hingga ke muara pantai.


