Potensi Kejahatan Korporasi di Balik Bencana Banjir dan Longsor Sumatra

Ade Rosman
10 Desember 2025, 17:08
Warga korban bencana banjir dan tanah longsor berjalan di antara gelondongan kayu di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka,Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Minggu (7/12/2025).
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz
Warga korban bencana banjir dan tanah longsor berjalan di antara gelondongan kayu di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka,Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Minggu (7/12/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Perusahaan yang merusak hutan yang menyumbang banjir dan longsor di Sumatra berpotensi terjerat pidana korporasi. Tumpukan gelondongan kayu yang muncul saat banjir dan longsor di Sumatra bisa menjadi gerbang bagi aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pelanggaran.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan temuan gelondongan kayu yang terbawa hanyut bisa ditelusuri aparat penegak hukum. “Adanya kayu gelondongan yang hanyut terbawa banjir, penegak hukum bisa mulai mengusutnya terhadap beberapa pihak,” kata Fickar saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (10/12).

Fickar menuturkan aparat penegak hukum bisa mulai memeriksa perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki perizinan termasuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang tidak mematuhi aturan dalam praktik penebangan hutan atau kelalaian perusahaan dalam mentaati aturan pelaksanaannya.

“Korporasi atau perorangan yang menebang tanpa izin atau illegal logging yang secara diam-diam melakukan kejahatannya yang bisa jadi bekerjasama dengan aparatur pemerintahan,” kata dia.

Fickar mengatakan penelusuran dapat dilakukan dengan meminta keterangan masyarakat atau penduduk sekitar yang mengetahui kegiatan tersebut.

Selain itu, Fickar menyebut pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan memeriksa aparatur pemerintahan yang diduga dengan sengaja membiarkan kegiatan perusakan lingkungan ini.

“Aparatur pemerintahan yang sengaja membiarkan kegiatan ini (karena mendapat suap) apalagi terbukti ada kerjasama,” katanya.

Tumpukan kayu gelondongan di permukiman
Tumpukan kayu gelondongan di permukiman (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom.)

13 Perusahaan Diduga Terlibat Perusakan Hutan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan untuk melakukan tindakan tegas berupa penegakan hukum administrasi, pidana, dan perdata terkait kemungkinan pelanggaran yang dilakukan berkaitan dengan perusakan hutan sehingga mengakibatkan bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.

Walhi mengidentifikasi setidaknya terdapat 13 perusahaan kehutanan, pertambangan, dan perkebunan yang melakukan perbuatan perusakan hutan yang mengakibatkan penurunan daya tampung lingkungan hidup secara signifikan.

Walhi juga mencatat terdapat 62 aktivitas tambang emas tanpa izin di Sumatra

Masa tanggap darurat bencana diperpanjang di Sumatera Barat
Masa tanggap darurat bencana diperpanjang di Sumatera Barat (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom.)


Barat (Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung), serta 5.208 hektare kawasan hutan dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh 14 perusahaan di Provinsi Aceh, hingga tujuh kabupaten di Aceh (Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Aceh Besar) telah merusak 954 DAS dan 60% berada dalam kawasan hutan.

Walhi mengidentifikasi perusahaan-perusahaan di tiga provinsi tersebut telah melakukan perusakan hutan dan aliran sungai mencapai 889.125 hektare. Perhitungan itu belum diperparah dengan aktivitas ilegal.

Kepala Divisi Kampanye Walhi Uli Artha Siagian menyebut proses evaluasi perizinan yang bermuara pada pencabutan izin ini harus dilakukan secara transparan. Di dalam prosesnya harus memastikan perlindungan lingkungan hidup, aspek kebencanaan dan pemulihan hak rakyat.

Uli mengatakan sesuai kewenangannya berdasarkan Pasal 72 UU Kehutanan, Menteri Kehutanan dapat menggunakan otoritas yang melekat padanya untuk mewakili kepentingan masyarakat dan memaksa perusahaan-perusahaan perusak hutan untuk bertanggung jawab, termasuk membayar kerugian yang dialami masyarakat, serta memulihkan hutan yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

“Aktivitas ilegal di kawasan hutan dan daerah aliran sungai di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebenarnya sudah terjadi dari belasan tahun lalu, bahkan lebih. Hal yang disayangkan mengapa Kementerian Kehutanan maupun kepolisian tidak melakukan penegakan hukum yang tegas. Apabila tindakan ilegal ini ditindak dan dihentikan dari dahulu, dampak besar seperti yang terjadi saat ini kemungkinan tidak terjadi,” kata Uli dalam keterangannya, dikutip Rabu (10/12).

Agar peristiwa serupa tak terjadi di wilayah lain Indonesia, Walhi meminta Kementerian Kehutanan secara terbuka dan partisipatif membentuk sebuah Satuan Tugas (Satgas) evaluasi perizinan dan aktivitas ilegal di kawasan hutan.

Ia menekankan Satgas ini harus melibatkan organisasi masyarakat sipil agar proses evaluasi dan penegakan hukum dapat menyasar baik aktivitas berizin maupun ilegal di kawasan hutan secara efektif dan transparan. Mekanismenya harus berfokus pada pemulihan lingkungan dan pemenuhan hak masyarakat, bukan justru melanggengkan praktik ilegal sebagaimana terjadi pada Satgas PKH, yang menurut Walhi terbukti membiarkan perkebunan kelapa sawit ilegal terus berlangsung di kawasan hutan.

Polisi Mulai Penyidikan Gelondongan Kayu

Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menaikkan status kasus terseretnya gelondongan kayu di daerah aliran sungai (DAS) Garoga di Tapanuli Selatan, Sungai Anggoli di Sumatera Utara ke tahap penyidikan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Moh Irhamni, mengatakan naiknya ke status penyidikan ini usai ditemukannya dua alat bukti berupa ditemukannya alat berat di TKP serta kayu-kayu yang ditemukan di hulu sungai.

“Untuk di TKP Garoga dan Anggoli sudah kami naikkan ke proses penyidikan,” kata Irhamni, di Jakarta, Rabu (10/12).

Irhamni mengatakan polisi menemukan dua buah ekskavator dan buldoser di TKP. Dari temuan itu, kata dia, polisi akan mendalami keterkaitan dengan bencana yang terjadi, termasuk mengenai siapa yang bertanggung jawab di belakangnya.

Semangat bersekolah penyintas bencana di Palembayan
Semangat bersekolah penyintas bencana di Palembayan (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/tom.)

Ia menuturkan penyidik saat ini tengah melakukan uji laboratorium terhadap sampel yang ditemukan untuk mengungkap asal-usul gelondongan kayu tersebut.

Kasubagops Dittipidter Bareskrim Kombes Fredya Trihararbakti mengungkapkan penyidik menemukan adanya muara yang menjadi pusat aliran sungai baru yang diduga berasal bukaan lahan baru di KM 8 dan KM 6.

“Di KM 6 ini di sini terlihat ada bukaan lahan dan ada longsoran akibat bukaan lahan dan aliran sungai bentukan karena adanya arus sungai yang deras menuju sungai Garoga,” kata Fredya.

Atas temuan itu, polisi pun akan berkoordinasi dengan ahli-ahli terkait untuk memperkuat alat bukti yang ada.

Adapun, penyidikan ini dilakukan berdasarkan dugaan tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana pasal 109 jo pasal 98 jo pasal 99 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dalam UU No. 6/2023 tentang Perppu Nomor 2/2022 tentang Ciptaker.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...