AHY: 112 Ribu Rumah Rusak karena Bencana Sumatera, Anggaran Perbaikan Disiapkan
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan hingga Rabu (10/12) pemerintah mendata ada 112 ribu rumah terdampak kerusakan bencana alam di Sumatera. Kerusakan ini terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Dia menyebut ada beberapa kategori kerusakan yang dipetakan pemerintah, yakni rusak ringan, rusak sedang, rusak berat, dan rumah hanyut.
AHY menyampaikan ada 75 ribu rumah terdampak di Aceh, 28,9 ribu rumah di Sumatera Utara, dan 8.900 rumah di Sumatera Barat. AHY mengatakan data kerusakan rumah ini akan terus diperbaharui dari waktu ke waktu.
“Kami sedang mempersiapkan dan menghitung anggaran kebutuhan untuk perbaikan serta pembangunan rumah rakyat. Termasuk juga relokasi ke area yang lebih aman dari daerah rawan bencana,” kata AHY dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pascabencana Sumatera, Kamis (11/12).
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengatakan setiap tingkatan kerusakan rumah memiliki jumlah biaya yang berbeda. Pemerintah akan mengidentifikasi apakah rumah warga yang rusak berat akan dibangun kembali atau masih bisa direnovasi.
“Kalau yang rusak ringan dan sedang kami berharap masih bisa direnovasi,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Kendati demikian, Ara menyampaikan proses identifikasi ini memerlukan waktu, karena jumlahnya mencapai ratusan ribu. Selain itu juga harus dilengkapi data serta melalui proses survei sehingga pembuatan rencana anggaran biaya (RAB) bisa tepat. Pemerintah juga perlu memetakan kemana lokasi relokasi rumah-rumah ini.
“Jadi saya pikir tahapan konstruksinya belum sekarang, namun berdasarkan arahan pak Menko kami berusaha lebih cepat,” ucap Ara.
Ara enggan merinci jumlah dana yang dibutuhkan untuk perbaikan rumah. Menurutnya hal ini masih perlu perhitungan sebab bergantung pada jenis kerusakan, lokasi rumah, serta biaya logistik dan transportasinya.
Berikut rincian data kerusakan rumah di masing-masing provinsi per Rabu (10/12) pukul 17.00:
Aceh
- Rusak Ringan: 26.490 unit
- Rusak Sedang: 14.974 unit
- Rusak Berat: 32.050 unit
- Hanyut: 1.428 unit
Sumatera Utara
- Rusak Ringan: 19.528 unit
- Rusak Sedang: 3.895 unit
- Rusak Berat: 4.277 unit
- Hanyut: 922 unit
Sumatera Barat
- Rusak Ringan: 5.435 unit
- Rusak Sedang: 1.113 unit
- Rusak Berat: 1.753 unit
- Hanyut: 686 unit
Prabowo Anggarkan Rp 60 juta Per Rumah
Presiden Prabowo Subianto setuju menganggarkan Rp60 juta per rumah untuk membantu para pengungsi mengganti hunian mereka yang rusak ataupun hancur karena longsor dan banjir bandang.
Dalam rapat koordinasi bencana di Posko Terpadu Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Minggu (7/12) malam. Presiden Prabowo menerima laporan mengenai pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) yang diperuntukkan kepada para pengungsi banjir bandang dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BNPB kemudian mengusulkan hunian sementara yang diperuntukkan kepada pengungsi nantinya dibangun oleh anggota TNI dan Polri yang tergabung dalam satuan tugas (satgas) penanggulangan bencana, sementara hunian tetap untuk mereka, pembangunannya diserahkan kepada Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.“Kemudian yang tidak pindah, karena mungkin banjirnya, dampaknya tidak terlalu besar bagi keluarga itu sehingga tidak harus pindah, tetapi rumahnya rusak, kami perbaiki oleh satgas BNPB,” kata Suharyanto dikutip dari Antara, Kamis (11/12).
Terkait anggaran, BNPB mengajukan Rp60 juta per rumah kepada Presiden Prabowo. “Ini hunian tetap anggaran Rp60 juta cukup?” tanya Presiden ke Suharyanto.
“Selama ini cukup, tetapi kalau memang Bapak Presiden ingin menambahkan kami lebih senang,” kata Kepala BNPB.
“Rp60 juta karena tidak relokasi, Bapak. Nanti penerima bisa nambah dengan uangnya sendiri. Mungkin punya keluarga di kampung, punya anak yang punya gaji mau nambah, bisa. Tetapi, (kami) tidak (memberikannya) dalam bentuk uang, karena khawatir kalau bentuk uang jadi yang lain,” kata Kepala BNPB.
