Gus Yahya Tak Keberatan Konsesi Tambang PBNU Dikembalikan ke Pemerintah

Muhamad Fajar Riyandanu
11 Desember 2025, 18:46
Ketua umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memberikan keterangan pers terkait penolakan penonaktifan dirinya sebagai ketua umum di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/nz
Ketua umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memberikan keterangan pers terkait penolakan penonaktifan dirinya sebagai ketua umum di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyatakan tidak keberatan jika konsesi tambang PBNU dikembalikan kepada pemerintah. Ia menyampaikan hal tersebut setelah memimpin rapat koordinasi di Kantor PBNU Jakarta pada Kamis (11/12).

Meski begitu, pengembalian hak konsesi tambang kepada pemerintah harus melalui pembahasan kolektif bersama para pimpinan PBNU. Hal ini karena keputusan awal mengenai tambang juga diambil secara bersama. "Iya (mengembalikan konsesi tambang) itu tidak masalah, tapi semua harus dibicarakan bersama," kata Gus Yahya.

Gus Yahya juga tak menutup kemungkinan konsesi tambang menjadi salah satu pemicu polemik internal PBNU saat ini. Kendati demikian, ia menekankan dinamika di tubuh PBNU jauh lebih kompleks dan tidak hanya dipantik oleh satu faktor tertentu.

Ia menyebut problem yang muncul saat ini merupakan gabungan dari berbagai persoalan yang saling terkait. "Mungkin saja (tambang menjadi salah satu pemantik), tapi bukan cuma itu. Ada yang lain karena ini kompleks, ada masalah macam-macam," ujarnya.

Kepengurusan PBNU kini terpecah menjadi dua faksi. Kelompok pertama yakni Faksi kepengurusan Zulfa Mustofa setelah berlangsungnya Rapat Pleno pihak Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar di Hotel Sultan Jakarta pada 9-10 Desember lalu.

Faksi ini turut didukung oleh Sekretaris Jenderal PBNU sekaligus Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Agama Nasaruddin Umar, hingga Ketua Pengurus Harian atau Tanfidziyah PBNU sekaligus Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Sementara faksi kedua merujuk pada kelompok PBNU pimpinan Gus Yahya yang berbasis di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta. Sejumlah ulama tergabung di dalamnya, termasuk Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU Ulil Abshar Abdalla.

Anggota penasehat atau Mustasyar PBNU Said Aqil Siroj sebelumnya juga telah mengusulkan agar konsesi tambang sebaiknya dikembalikan kepada pemerintah demi menghindari mudharat yang semakin nyata bagi jam’iyah.

Ia menyampaikan hal itu saat menghadiri silaturahmi di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Sabtu, 6 Desember lalu. “Melihat apa yang terjadi belakangan ini, konflik semakin melebar, dan itu membawa mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah,” kata Said Aqil, sebagaimana diberitakan oleh NU Online pada Sabtu (6/12).

PBNU sebelumnya telah membentuk badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Negara (BUMN) yang akan mengelola konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada organisasi agama tersebut.

“Badan usaha ini dimiliki oleh Koperasi Nahdlatul Ulama bersama warga,” kata Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf dalam acara Refleksi Awal 2025 dan Respon Isu Terkini yang dipantau secara daring melalui KompasTv pada Senin (6/1).

Yahya menyampaikan pemerintah saat ini telah menyerahkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada NU. Lembaga ini mendapatkan konsesi seluas 25 ribu-26 ribu hektare yang terletak di Kalimantan Timur.

Wilayah ini merupakan bekas area tambang yang dikelola oleh PT Kaltim Prima Coal. Meski sudah mengantongi koordinat wilayah dan membentuk badan usaha, namun Yahya menyebut masih banyak syarat yang harus dipenuhi, salah satunya studi lingkungan. Sebelum itu rampung, NU belum dapat menambang batu bara.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...