RI Siapkan Strategi untuk Tarik Diaspora Bidang Akademik, Tiru Cina dan India

Muhamad Fajar Riyandanu
18 Desember 2025, 17:19
diaspora, riset, india, cina
Katadata/Fauza Syahputra
Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali menyampaikan sambutan pada acara Human Development Synergy Forum: Brain Gain for Indonesia Emas 2045 di Gedung Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah tengah merumuskan model brain gain para diaspora untuk memperkuat riset dan daya saing sumber daya manusia (SDM). Perumusan kebijakan tersebut dilakukan dengan berkaca pada pengalaman India dan Cina.

Langkah ini dilakukan untuk mengatasi rendahnya belanja riset nasional dan upaya menarik peneliti Indonesia atau diaspora di luar negeri untuk kembali berkontribusi di dalam negeri.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Pungkas Bahjuri Ali, mengatakan daya saing talenta Indonesia saat ini masih tertinggal.

Dia mengatakan, tren keluarnya tenaga kerja terampil terus meningkat, sementara anggaran penelitan masih relatif rendah, kurang dari 1% dari produk domestik bruto (PDB).

Pungkas mengatakan, situasi saat ini menampilkan tren tenaga kerja terampil yang keluar negeri meningkat. Fenomena brain drain mencerminkan gejala  keterbatasan dalam penyediaan ruang dan kesempatan bagi talenta unggul untuk berkontribusi di dalam negeri.

"Apa perlu ada retensi agar mereka tetap di sini atau kita menarik talenta dari luar," kata Pungkas saat menjadi pembicara dalam forum bertajuk 'Kemitraan Multi-Pihak untuk Memperkuat Kebijakan Ekosistem Pendidikan dan Riset Nasional' yang diselenggarakan oleh Katadata di Kantor Kementerian Koordinator PMK Jakarta pada Kamis (18/12).

Brain gain mengacu pada fenomena positif di mana suatu negara mendapatkan keuntungan dari masuknya tenaga kerja terampil seperti profesional, ilmuwan, periset dari luar negeri. Kondisi ini merupakan kebalikan dari brain drain, yakni talenta potensial pergi ke luar negeri.

Pungkas menjelaskan, saat ini pemerintah sedang mengubah cara pengelolaan talenta model lawas yang sebelumnya menahan atau memaksa kepulangan diaspora akademik.

Pendekatan teranyar yang disebut 'brain circulation' ini menekankan sirkulasi talenta dan pemanfaatan aset intelektual Indonesia yang tersebar secara global. Talenta di luar negeri tetap dipandang sebagai bagian dari ekosistem nasional, meskipun tidak berada di Indonesia.

Saat ini, pemerintah menyiapkan penguatan Manajemen Talenta Nasional (MTN) sebagai instrumen dalam implementasi kebijakan brain gain. MTN adalah platform integratif yang menghubungkan talenta nasional, institusi pemerintah, perguruan tinggi, dan jejaring global.

Melalui sistem ini, pemerintah tidak hanya melakukan pemetaan talenta unggul, tetapi juga memfasilitasi penugasan, kolaborasi lintas sektor, serta memantau kontribusi riset dan inovasi yang dihasilkan.

"MTN ini sebagai penghubung antara talenta, institusi, dan agenda nasional," ujar Pungkas.

Tiru Model Cina dan India

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Fauzan Adziman, mengatakan, pemerintah melakukan perbandingan terhadap model pengembangan talenta dan riset di India dan Cina.

Kedua negara itu dinilai berhasil memanfaatkan diaspora akademik untuk memperkuat ekosistem riset domestik. Fauzan, dalam pemaparannya, menjelaskan model Cina menekankan intervensi negara secara agresif melalui program Thousand Talents Plan.

Pemerintah Cina menyediakan gaji setara standar negara Barat, hibah riset besar, serta paket relokasi instan bagi talenta yang kembali. Hasilnya, produktivitas peneliti yang pulang bisa melampaui diaspora yang tetap tinggal di luar negeri.

Sementara model India mengedepankan pragmatisme dan konektivitas. Diaspora India tidak diwajibkan pulang secara permanen, melainkan dilibatkan sebagai dosen paruh waktu selama satu hingga tiga bulan per tahun dengan honorarium kompetitif senilai US$ 15 ribu per bulan.

Pendekatan ini memungkinkan transfer pengetahuan dan jejaring global tanpa harus memaksakan repatriasi permanen. "Pembelajaran untuk Indonesia dari model Cina adalah pentingnya landing package untuk modal awal kerja. Sementara pelajaran dari India yakni model sirkulasi yang efisien dan fleksibel," kata Fauzan.

Pendanaan Riset dan Pembibitan Talenta

Fauzan mengatakan, pemerintah menyediakan dana riset prioritas dari APBN Rp 2,3 triliun. Pendanaan difokuskan pada riset prioritas dengan dana rata-rata Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per proyek. Sementara itu, riset strategis memperoleh dukungan anggaran Rp 2 miliar per proyek.

Direktur Manajemen Talenta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ajeng Arum Sari, mengatakan, BRIN menjalankan skema magang riset dan postdoktoral bagi doktor muda usia 28–30 tahun.

Ajeng mengatakan program itu sementara menghasilkan lebih 200 peserta postdoktoral. Sejumlah 110 menjadi ASN BRIN dan 90 memilih menjadi dosen di perguruan tinggi dalam negeri. "Ini langkah strategis juga untuk mencetak SDM IPTEK," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...