Guru Besar Trisakti: Bawa Bendera GAM Langgar Hukum & Ingkari Semangat Damai
Aksi pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di area publik dianggap sebagai tindakan yang tidak hanya menabrak aturan hukum, tetapi juga merusak komitmen perdamaian di Serambi Mekkah.
Guru Besar Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menuturkan, simbol GAM memiliki muatan historis dan politik sehingga kehadirannya tidak bisa dianggap sebagai bentuk ekspresi yang lumrah.
“Perdamaian Aceh merupakan buah dari kesepakatan besar yang menyudahi konflik selama puluhan tahun. Memunculkan simbol GAM di ruang publik bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk pengingkaran terhadap esensi perdamaian itu sendiri,” ujar Trubus pada Kamis (25/12), dikutip dari keterangan tertulis Badan Komunikasi Pemerintah.
Ia menambahkan, tindakan tersebut berisiko memicu ketegangan sosial dan mengungkit trauma masa lalu masyarakat Aceh yang kini tengah fokus menata kehidupan yang harmonis.
Komentar ini merespons langkah prajurit TNI AD dari Korem 011/Lilawangsa yang membubarkan aksi kelompok massa pembawa bendera GAM di Simpang Kandang, Lhokseumawe.
Dalam operasi tersebut, aparat berhasil menyita satu pucuk senjata api jenis pistol serta senjata tajam rencong. Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran menjelaskan bahwa pembubaran dilakukan di jalan nasional lintas Banda Aceh–Medan karena aksi tersebut sempat menghambat arus lalu lintas.
Meskipun situasi sempat memanas, proses pembubaran berjalan kondusif melalui pendekatan persuasif. Massa akhirnya menyerahkan atribut bendera secara sukarela sebelum membubarkan diri.
Ali Imran menyebutkan pihaknya turut mengamankan seorang pria yang diduga sebagai provokator karena kedapatan membawa senjata di dalam tasnya.
Trubus memuji langkah aparat, terutama karena keterlibatan Danrem sebagai putra daerah yang memahami sensitivitas sosial di Aceh.
“Saat penegakan hukum dilakukan oleh sosok yang juga merupakan putra Aceh, pesan yang tersampaikan bukan kesan represif, melainkan sebuah ajakan untuk menjaga martabat Aceh sebagai wilayah yang konsisten di jalan damai,” jelas Trubus.
Ia mengingatkan bahwa menjaga stabilitas di Aceh adalah tanggung jawab kolektif. Menurutnya, segala bentuk glorifikasi terhadap simbol konflik masa lalu harus dihindari agar tidak memecah belah bangsa.
“Merawat perdamaian berarti menghargai kesepakatan yang ada. Tindakan yang mengelu-elukan simbol konflik jelas mencederai komitmen tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Trubus menekankan bahwa ketegasan hukum adalah kunci agar perdamaian Aceh tetap lestari. Ia berharap masyarakat tidak menjadi korban kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang mencoba memprovokasi keadaan demi mengganggu ketertiban umum.
“Ketegasan dari aparat sangat krusial demi menjaga kepercayaan publik agar tetap optimal,” ujar Trubus.
