Akhir 2019, Lahan Sawit Bersertifikat Ditargetkan Capai 5,5 Juta Ha
Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menargetkan lahan perkebunan kelapa sawit yang telah bersertifikasi ISPO akan mencapai 5,5 juta hektare (Ha). Kepala Sekretariat ISPO, Aziz Hidayat mengatakan, dengan penambahan sertifikasi ISPO, produksi tandan buah segar (TBS) yang bersertifikasi akan bertambah.
"Dengan sertifikasi seluas 5,1 juta Ha, produksi TBS mencapai 60 juta ton per tahun," kata Azis di Jakarta, Kamis (26/9). Komisi ISPO telah menerima 657 laporan hasil akhir (LHA) yang laporannya telah tersertifikasi. Namun, dia menambahkan, sertifikasi ISPO yang sudah terbit baru 566 sertifikat dengan luas total lahan 5,18 juta ha.
Dari 566 sertifikasi, tanaman yang telah berproduksi mencapai 2,96 juta Ha dengan total produksi TBS 56,6 juta ton per tahun dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) 12,26 juta ton per tahun. Produktivitas mencapai 19,07 ton per Ha dan rendemen rata-rata 21,70%.
(Baca: Pertahankan Harga, BPDP Sawit Sepakat Penundaan Pungutan Ekspor)
Secara rinci, perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi terdiri dari perusahaan swasta sebanyak 508 sertifikat, dengan luas areal 4,89 juta Ha atau 63% dari luas total perusahaan swasta sebanyak 7,78 juta Ha.
Kemudian, PT Perkebunan Nusantara sebanyak 48 sertifikat dengan luas areal 282,76 ribu Ha atau 40% dari luas total 713 ribu Ha. Selain itu, Koperasi Pekebun Plasma-Swadaya sebanyak 10 sertifikat seluas 6.236 Ha atau 0,107% dari luas total 5,8 juta Ha.
Hingga saat ini, masih ada 91 laporan yang belum mendapatkan sertifikasi. Laporan ini terdiri dari 44 laporan yang ditunda dan 47 laporan baru.
Azis pun mengatakan, realisasi sertifikasi ISPO bagi pekebun masih rendah lantaran disebabkan beberapa masalah utama. Beberapa di antaranya seperti aspek legalitas kepemilikan lahan yang sebagian besar hanya berupa Surat Keterangan Tanah (SKT).
(Baca: PTPN III Ekspor Perdana Produk Minyak Sawit ke Amerika Serikat)
Kemudian, sebagian area lahan terindikasi masuk kawasan hutan, pengurusan surat tanda daftar budidaya (STDB), keengganan membentuk koperasi pekebun, dan masalah pendanaan yakni untuk biaya pra kondisi dan biaya audit.
Adapun, Komisi ISPO berupaya untuk meyakinkan semua pihak agar meningkatkan komitmen percepatan sertifikasi ISPO. Hal ini untuk melaksanakan Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.
Selain itu, Komisi ISPO mengusulkan agar biaya pra kondisi dan audit ISPO untuk pekebun bisa mendapatkan dukungan dari Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Dukungan itu diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan kelapa sawit pekebun.