Kementan Bangun Korporasi Petani Kakao di Sulawesi Tenggara
Kementerian Pertanian membangun pertanian kakao berbasis korporasi di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Pembangunan korporasi petani ini berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembangunan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menyatakan Kolaka Timur sebagai proyek percontohan pengembangan kakao berbasis korporasi. “Petani tidak hanya memproduksi, tapi juga mampu menciptakan produk akhir serta hingga memasarkan kakao sendiri,” kata Bambang dalam keterangan resmi dari Sulawesi Tenggara, Rabu (1/8).
Dia mengatakan, pembangunan pertanian berbasis korporasi di Kolaka Timur masih memerlukan masukan yang lebih rinci dari berbagai pihak. Sebab korporasi ini memerlukan sinergi antara petani, pemerintah daerah, pusat, serta universitas dan lembaga riset.
Dia menyatakan, saat ini sudah terbentuk 22 Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera di Kolaka Timur. Kelembagaan merupakan wadah petani untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tani.
Namun, LEM harus bergabung untuk dapat meningkatkan skala ekonomis dan daya saing produk. “Mereka harus membentuk korporasi dan menjalin kemitraan dengan offtaker,” ujar Bambang.
(Baca juga: Daya Beli Petani Turun 0,37% Sepanjang Juli 2018)
Masalah utama dalam produksi kakao di Kolaka Timur adalah rendahnya produktivitas akibat tanaman yang sudah berumur di atas 15 tahun. Kondisi tanahnya juga yang rusak akibat pengikisan permukaan dan penggunaan pupuk anorganik berlebihan.
Pemerintah pun mendukung peremajaan tanaman tua dan penggunaan pupuk organik melalui alokasi anggaran negara dan daerah. Tahun ini, Kementerian Pertanian mengalokasikan lebih dari Rp 12 miliar untuk kakao di Kolaka Timur.
Pada tahap awal, peremajaan tanaman seluas 550 hektare untuk 5 LEM di kecamatan Aere dan Lambodia. Kedua kecamatan dianggap paling siap dari penyediaan benih kakao.
Peremajaan akan terus diperluas dalam 5 tahun ke depan. “Diharapkan produktivitas kakao di kolaka timur meningkat dari 500 hingga 700 ton per hektare menjadi 1500 hingga 3000 ton per hektare dengan penerapan inovasi teknologi untuk peningkatan nilai tambah produk kakao,” kata Bambang.