Dampak Larangan Mudik, 1,5 Juta Supir & Awak Bus Terancam Dirumahkan
Pemerintah resmi melarang masyarakat mudik lebaran ke kampung halaman mulai 24 April 2020 untuk mencegah penyebaran virus corona. Akibat kebijakan tersebut, sekitar 1,5 juta orang supir dan awak bus terancam dirumahkan.
Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA) Ateng Aryono mengatakan, larangan mudik pemerintah berdampak signifikan terhadap pengusaha bisnis angkutan.
Sejak ada pandemi corona serta pemberlakuan larangan mudik, okupansi penumpang terus menurun drastis di bawah 10% hingga mendekati nol. Omzet pengusaha angkutan pun turun nyaris 100% akibat tak ada bus yang beroperasi.
"Kalau ceritanya begini (larangan mudik) total, data yang kami miliki di seluruh Indonesia itu ada pengemudi dan awak kendaraan sebanyak 1,5 juta jiwa yang terancam dirumahkan," kata kepada katadata.co.id, Rabu (22/4).
(Baca: Mudik Dilarang, Kemenhub Bakal Tutup Jalan Arteri Mulai 24 April)
Kondisi menurutnya telah membuat para supir dan awak kendaraan yang bekerja secara bergiliran agar tetap bisa mendapat penghasilan.
Terkait dengan implementasi larangan mudik, hingga kini pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Perhubungan. Di saat yang sama, para supir dan awak bus juga menunggu kejelasan bantuan dari pemerintah.
Hal serupa juga dialami oleh perusahaan operator bus. Bussiness Development PT Safari Dharmasakti Marissa Leviani mengatakan, pandemi corona dan aturan larangan mudik menyebabkan omzet perusahaan menurun 95%.
Tak hanya bus antarkota, armada bus pariwisata pun sudah lama tak diperbolehkan beroperasi. Dalam seminggu terakhir sebelum aturan larangan mudik digulirkan hanya ada dua atau tiga bus yang masih diberangkatkan. Itupun untuk rute tertentu seperti Jakarta menuju Madura dan beberapa daerah di Jawa Timur.
Marissa menjelaska, jika kondisi masih seperti ini hingga arus balik Idul Fitri berakhir, diperkirakan kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa saja dilakukan perusahaan.
Hal ini dikarenakan sulitnya kondisi keuangan perusahaan ditambah tak ada upaya serius dari pemerintah untuk menyelamatkan industri transportasi darat. "Sekarang omzet sudah turun 95%. Jika seperti ini terus, pembayaran tunjangan hari raya (THR) tidak mungkin bisa dibagikan," kata dia.
(Baca: Beragam Sanksi Ancam Pelanggar Aturan Mudik Lebaran)
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera mengeluarkan insentif berupa keringanan pajak, keringanan cicilan kredit pada perbankan dan bantuan langsung tunai (BLT) bagi para karyawan. "Harapannya setidaknya karyawan kami disupport yang memang terdata. Kami juga ada datanya di BPJS Ketenagakerjaan karena kami sama sekali tidak bisa gerak," kata dia.
Keputusan tentang larangan mudik sudah disampaikan Presiden Joko Widodo pada Selasa (21/4)lalu usai menggelar rapat terbatas bersama beberapa menteri. Langkah tersebut dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau Covid-19 lebih luas lagi ke berbagai daerah di Indonesia.
"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga mudik semuanya akan kami larang," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui video conference dari Istana Merdeka, Selasa (21/4).
Menurut Jokowi, larangan ini diputuskan dengan pertimbangan masih banyak masyarakat yang ingin mudik. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, masih ada 24% warga yang bersikeras mudik.
Sebanyak 7% telah melakukan mudik. Sedangkan, 68% sisanya memastikan tidak akan melakukan mudik pada Ramadan dan Lebaran 2020. "Artinya masih ada angka sangat besar 24% lagi (masyarakat yang akan mudik)," kata Jokowi.
Sedangkan berdasarkan hasil Survei Katadata Insight Center (KIC) tentang perilaku mudik terhadap 2.437 responden di 34 provinsi menunjukkan mayoritas responden (63%) tidak akan mudik pada perayaan Idul Fitri tahun ini.
Namun, ada 12% yang menyatakan ingin mudik, 21% belum mengambil keputusan dan 4% lainnya lebih dahulu pulang kampung. Detil mengenai hasil survei KIC bisa dilihat dalam databoks berikut.