Pertarungan Investor di Saham GameStop yang Jadi Sorotan Dunia
Perusahaan penjual produk video gim, konsol permainan elektronik, dan berbagai aksesorisnya, GameStop, menjadi perhatian dunia selama beberapa pekan terakhir ini. Penyebabnya adalah pergerakan harga sahamnya yang tidak biasa.
Mengawali 2021, saham GameStop ditransaksikan di level harga US$ 17,25. Namun sekitar dua pekan lalu sahamnya mulai bergerak liar, naik ke level US$ 31,40 pada 13 Januari, hingga meroket ke level US$ 347,51 pada 27 Januari. Bahkan, sempat menyentuh US$ 450 per saham.
Namun pada penutupan Selasa (2/2), saham ini sudah berada di level US$ 90, atau turun 60% dibandingkan sehari sebelumnya di level US$ 225. Padahal, sejak pertengahan 2019 hingga pertengahan 2020, harga sahamnya tidak sampai US$ 5, bahkan sempat menyentuh US$ 2 per saham.
Lonjakan harga ini terjadi karena pertarungan antara sejumlah investor retail yang tergabung dalam subgrup media sosial Reddit, r/WallStreetBets, dengan para pelaku hedge fund bermodal besar yang kerap seenaknya melakukan short selling.
Para investor retail Reddit tersebut membeli saham GameStop dengan jumlah tertentu untuk mengerek naik harganya. Sehingga, para pelaku hedge fund yang sebelumnya telah memperkirakan penurunan harga saham GameStop, akan mengalami kerugian besar.
Fenomena GameStop ini pun sempat mendapat perhatian dari mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dia membandingkannya dengan saham-saham dalam portofolio investasi Jiwasraya yang merugi lantaran diduga masuk dalam permainan goreng-menggoreng saham.
“Murahnya harga saham GameStop diketahui para pemain saham. Mereka pun siap memborongnya dengan jumlah yang sudah mereka hitung yang bisa memengaruhi harga saham di Wall Street. Mereka itu menggoreng saham,” kata Dahlan seperti dikutip dari disway.id, Rabu (3/2).
Dahlan menjelaskan bahwa investor-investor yang tergabung dalam komunitas online Reddit tersebut mengumpulkan dana untuk membentuk situasi short squeeze di pasar modal.
Tak Pernah Untung Sejak 2018
Masalahnya, apa yang terjadi dengan harga saham GameStop beberapa waktu terakhir ini sama sekali tidak merefleksikan kondisi fundamental perusahaan yang telah berdiri sejak 1984 ini. Bahkan selama tiga tahun terakhir, hingga memasuki kuartal III 2020, GameStop terus merugi.
GameStop merupakan penjual produk video game, konsol permainan elektronik dan berbagai aksesorisnya yang berbasis di Dallas, Texas, Amerika Serikat (AS). Berdiri pada 1984, GameStop sebelumnya menggunakan nama Babbage’s hingga tahun 1999.
Periode 2004 sampai 2016 merupakan masa-masa keemasan GameStop seiring perkembangan industri video game. Perusahaan ini pun melebarkan sayapnya hingga ke Kanada, Australia, Selandia Baru, serta Eropa, dan mengoperasikan lebih dari 5.500 toko.
Pada masa-masa tersebut, pertumbuhan penjualannya meledak hingga 135,12% dalam setahun yang dicapai pada akhir tahun buku 2006. Kemudian pada 2011, GameStop mencatatkan rekor penjualan tahunan tertingginya sebesar US$ 9,55 miliar.
Namun sejak itu, pertumbuhan penjualannya mulai mandeg, bahkan cenderung turun. GameStop tidak mampu mengerek penjualan lebih dari kisaran US$ 8 miliar – 9 miliar per tahun. Seiring dengan turunnya penjualan, profitabilitasnya pun mulai tergerus.
Pada 2017, laba bersih GameStop anjlok hingga 90,2% dalam setahun, yakni dari US$ 353,2 juta pada 2016 menjadi hanya US$ 34,7 juta. Inilah terakhir kali GameStop mencatatkan keuntungan.
Memasuki 2018 kinerjanya semakin memburuk dengan catatan rugi bersih mencapai US$ 673 juta. Padahal ketika itu penjualan masih mencapai US$ 8,28 miliar. Pada 2019 GameStop mencatatkan rekor penjualan terendah dalam 10 tahun terakhir, yakni hanya US$ 6,47 miliar. Walaupun secara profitabilitas kinerjanya lebih baik dengan catatan rugi bersih sebesar US$ 470,9 juta.
Sedangkan hingga kuartal III 2020, GameStop baru berhasil membukukan penjualan bersih sebesar US$ 2,97 miliar, turun 30,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 4,27 miliar.
Namun berkat efisiensi besar-besaran, salah satunya melalui penutupan lebih dari 400 toko di seluruh dunia, pada periode tersebut GameStop berhasil menekan kerugiannya dari US$ 491,9 juta menjadi US$ 295,8 juta.
Kondisi ini pun masih akan berlanjut. Analis pasar di Wall Street memperkirakan GameStop tidak akan meraih keuntungan hingga akhir tahun buku 2022. Ironisnya, ini terjadi di tengah lonjakan industri gim yang diperkirakan akan mencatatkan penjualan US$ 174,9 miliar pada 2020 dan naik menjadi US$ 217,9 miliar pada akhir 2023.
Tren Mobile Gaming dan Penjualan Gim Digital
Memburuknya kinerja GameStop memang tidak hanya karena faktor pandemi Covid-19, di mana seluruh perusahaan retail berjuang untuk sekedar bertahan hidup. Jika dilihat dari laporan keuangannya, penjualan GameStop sudah turun dua tahun sebelum pandemi dimulai.
Hal ini seiring dengan tren mobile gaming dan penjualan gim secara digital. Berbagai platform permainan elektronik besar seperti Xbox Live, PlayStation Network, Nintendo eShop, dan Steam, lebih mengandalkan penjualan gim secara digital. Konsumen hanya tinggal mengunduh gim yang dibelinya.
Carlos Cruz, gamer asal New York, Amerika Serikat (AS), mengatakan bahwa biasanya dia mengunjungi GameStop seminggu sekali untuk membeli gim baru dan menjual gim lama miliknya. Namun kebiasaan itu berhenti sejak beberapa tahun lalu karena dia mulai membeli gim secara digital.
Sekarang, Cruz hanya ke GameStop setiap dua bulan sekali, untuk membeli konten eksklusif gim. Bahkan 90% gim yang ia miliki saat ini ia dapatkan secara digital. “Lebih mudah untuk mengunduh gim di rumah,” ujarnya seperti dikutip dari Associated Press (AP), Rabu (3/2).
Untuk mengantisipasi penurunan yang lebih dalam, pada pertengahan Januari 2021 GameStop menunjuk Ryan Cohen, pendiri toko hewan peliharaan online Chewy, untuk memutar balikkan kondisi perusahaan.
“GameStop harus berevolusi menjadi perusahaan teknologi yang memanjakan gamers dan memberikan pengalaman digital yang menyenangkan. Bukannya bertahan sebagai penjual video game yang mengandalkan toko fisiknya dan berjalan tertatih-tatih di lingkungan online,” kata Cohen dalam suratnya kepada jajaran direktur GameStop pada November 2020.
Sejak pertengahan 2019 hingga akhir tahun buku 2020, GameStop diperkirakan telah menutup lebih dari 1.000 tokonya di seluruh dunia. Perusahaan juga memperluas bisnisnya ke penjualan komputer untuk gaming, monitor, meja permainan, dan gaming TV untuk meningkatkan penjualannya.
Namun analis meyakini bahwa untuk memutarbalikkan keadaan GameStop akan membutuhkan waktu. Bahkan pengalaman Cohen sebagai pendiri toko hewan peliharaan online diyakini tidak akan membantu banyak di industri ini.
“Saya pikir dia (Cohen) peritel yang sangat baik. Tapi kita tidak bisa mengunduh makanan atau mainan hewan peliharaan secara digital,” kata analis Wedbush, Michael Pachter.