Jejak 90 Tahun Bisnis Sepatu Bata di Indonesia Hingga Digugat PKPU
PT Sepatu Bata Tbk. mendapat gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan tersebut didaftarkan atas nama Agus Setiawan pada 9 Maret 2021.
Kuasa hukum Agus, Hasiholan Tytusano Parulian, membenarkan kabar gugatan yang dilayangkan kliennya ini. "Jadi termohon (Sepatu Bata) punya utang ke Pak Agus," kata Hasiholan seperti dikutip Tempo, (10/3). Meski demikan dia tidak menyampaikan berapa nominal utang.
Menurut laporan keuangan Bata kuartal ketiga 2020, perusahaan memiliki total liabilitas jangka pendek Rp 251,84 miliar. Jumlah tersebut di antaranya terdiri dari liabilitas sewa Rp 33,39 miliar, utang usaha (kepada pihak ketiga dan pihak-pihak berelasi) Rp 158,30 miliar, utang pajak 3,98 miliar.
Utang usaha tersebut melonjak lebih dari dua kali lipat atau 108,73% dibandingkan posisi akhir tahun 2019 yang sebesar Rp 75,84 miliar.
Sementara itu liabilitas jangka panjang tercatat sebesar Rp 61,80 miliar yang terdiri dari liabilitas sewa setelah dikurangi bagian yang jatuh tempo dalam satu tahun Rp 28,98 miliar, liabilitas imbalan kerja jangka panjang Rp 24,21 miliar, dan liabilitas pajak tangguhan neto Rp 8,61 miliar.
Jejak 90 Tahun Bisnis Sepatu Bata di Indonesia
Dikutp dari laman resminya, thebatacompany.com, Bata merupakan merek alas kaki yang telah berdiri lebih dari seabad lalu, tepatnya 1894 di kota Zlin, Cekoslovakia, atau telah berusia 127 tahun. Pendirinya adalah tiga bersaudara Tomáš, Anna, dan Antonín Bat’a.
Seiring dengan revolusi industri, Bata mulai menggunakan mesin untuk memproduksi sepatunya pada 1897. Berkat penggunaan mesin, Bata mampu memproduksi lebih dari 2.200 pasang sepatu per hari, menjadikannya perusahaan sepatu terbesar di Eropa pada 1905.
Pada 1932, tepatnya 12 Juli, Tomáš wafat, dan usaha keluarga ini dilanjutkan oleh anaknya, Tomáš Jr. yang kemudian mendirikan Bata Shoe Organization dan melebarkan sayap bisnis Bata ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Bata pertama kali masuk ke Indonesia pada 1931. Ketika itu Bata hanya sebatas mengimpor sepatu melalui perusahaan bernama NV Nederlandsch Indische Schoenhandel Maatschappij Bata. Barulah pada 1940 Bata mendirikan pabriknya di tanah air, yakni di daerah Kalibata, Jakarta Selatan.
Meski demikian status Bata saat itu sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) sehingga hanya bisa menjual produknya secara konsinyasi melalui penyalur khusus, hingga akhir 1977. Pada 1978 status tersebut berubah sehingga Bata bisa menjual produknya secara langsung.
Pada 1982 atau 51 tahun setelah masuk ke Indonesia, Bata mendirikan pabrik keduanya yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat, sekaligus menjadi perusahaan publik setelah melakukan IPO (initial public offering) atau penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta.
Kini Bata telah hadir di 42 kota di seluruh Indonesia, dengan jumlah toko pada akhir 2019 sebanyak 538 toko. Namun pandemi cukup memukul bisnis sepatu Bata. Hingga September 2020 Bata membukukan rugi bersih Rp 135,18 miliar, padahal periode yang sama tahun lalu masih membukukan laba bersih sebesar Rp 28,17 miliar.
Anjloknya profitabilitas Bata lantaran penjualan sepatu yang lesu, juga karena penutupan sejumlah gerai/toko karena kebijakan pembatasan yang dikeluarkan pemerintah. Tercatat pada akhir kuartal III 2020 penjualan turun hingga 52,58% dari sebelumnya Rp 728,76 miliar menjadi hanya Rp 345,55 miliar.
Turunnya penjualan juga karena satu pabrik Bata yang berlokasi di Purwakarta setop beroperasi. Padahal pabrik tersebut memiliki kontribusi pendapatan sebesar Rp 4,7 miliar sejak berhenti beroperasi pada 1 April 2020.
Untuk meredam dampak Covid-19, perusahaan pun melakukan sejumlah strategi seperti fokus pada penjualan melalui e-commerce. Ini karena terbatasnya mobilitas masyarakat sehingga beralih ke kanal online antara lain di Shopee, Lazada, Bukalapak, Zilingo, BliBli, dan Tokopedia.
Bata juga meluncurkan program Chatshop di mana pelanggan bisa memesan produk Bata di 300 toko Bata melalui chat whatsapp, serta meluncurkan web store (Bata.id) yang akan menjual produk-produk terlaris dan terbaru.
Konsumen juga bisa bergabung dalam Bata Club Member secara online dan gratis yang nantinya bisa digunakan paperless (tanpa kartu dan kertas), untuk mendapatkan berbagai macam keuntungan antara lain voucher dan poin belanja.
“Perusahaan bergokus pada langkah-langkah bertahan di masa pandemi ini. Perusahaan akan mengedepankan penjualan melalui e-commerce,” kata Direktur Bata Hatta Tutuko pada acara paparan publik, Agustus tahun lalu.
Hatta menyampaikan ada empat langkah yang akan dilakukan perusahaan untuk memulihkan bisnisnya dari dampak Covid-19, yakni melindungi karyawan dan pelanggan Perusahaan, melanjutkan operasi bisnis dengan cara yang lancar dan hemat biaya, memaksimalkan penjualan, kas dan keuntungan secepat mungkin, serta mendapatkan keunggulan kompetitif dan pangsa pasar.