Cek Data: Sengkarut Data Anggaran Pertahanan dalam Debat Capres
Anggaran pertahanan menjadi salah satu isu utama dalam Debat Capres-Cawapres 2024 yang ketiga. Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, ingin menaikkan anggaran pertahanan hingga menjadi 1%-2% dari produk domestik bruto (PDB). Kenaikan untuk mengantisipasi ancaman di masa depan.
Kontroversi
Ganjar mengatakan, saat ini alokasi anggaran pertahanan baru mencapai 0,78% dari PDB. Kenaikan anggaran dinilai penting untuk mengejar ketertinggalan kekuatan pokok minimum atau minimum essential forces (MEF) militer Indonesia.
Dia mengungkapkan belanja alat utama sistem senjata (alutsista) naik dari US$20,7 miliar (sekitar Rp321 triliun) menjadi US$25 miliar (Rp387 triliun). Namun, realisasi MEF Indonesia hanya 65,49% dari target pada 2024.
Ganjar lalu bertanya ke capres nomor urut 1, Anies Baswedan, soal solusi ekonomi pertahanan untuk mengejar ketinggalan tersebut.
Anies setuju anggaran pertahanan perlu dinaikkan hingga menjadi 1%-1,5% PDB. Solusi yang ditawarkannya adalah memperbesar PDB dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dengan begitu, pemasukan negara akan cukup untuk meningkatkan anggaran tersebut.
Dalam debat yang sama, Anies juga menyinggung penggunaan anggaran pertahanan hingga Rp700 triliun yang hanya dipakai untuk alutsista bekas. Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bahkan dibobol hacker 2023 meski memiliki anggaran besar.
“Rp700 triliun anggaran Kementerian Pertahanan tidak bisa mempertahankan itu, justru digunakan untuk membeli alutsista yang bekas. Di saat lebih dari separuh tentara kita tidak memiliki rumah dinas,” kata Anies dalam debat capres ketiga pada Minggu, 7 Januari 2024.
Faktanya
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) adalah salah satu kementerian/lembaga dengan alokasi belanja terbesar. Pada 2023, outlook APBN Kemenhan mencapai Rp144,3 triliun. Alokasi anggaran ini terbesar kedua setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang sebesar Rp153,8 triliun.
Dalam APBN 2024, Kemenhan memperoleh anggaran sebesar Rp139,3 triliun. Lagi-lagi alokasi ini hanya lebih rendah dari Kementerian PUPR yang mendapat anggaran sebesar Rp147,4 triliun.
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto adalah Menteri Pertahanan di periode kedua pemerintahan Joko Widodo sejak 2019. Selama Prabowo menjabat, alokasi APBN berdasarkan fungsinya, kumulatif anggaran untuk sektor pertahanan mencapai Rp696,8 triliun pada 2020-2024.
Alokasi anggaran sektor pertahanan ini meliputi anggaran untuk Kemenhan dan kementerian/ lembaga lain yang memiliki fungsi pertahanan, seperti Dewan Ketahanan Nasional (Watannas) dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Meskipun secara kumulatif besar, rasio anggaran sektor pertahanan tidak pernah menembus 1% terhadap PDB. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, rasio ini bahkan pernah hanya 0,18% pada 2008.
Rasio anggaran pertahanan ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu yang terendah di Asia Tenggara. Data Bank Dunia mencatat rasio belanja militer Indonesia sebesar 0,7% pada 2022. Rasio ini lebih rendah dari delapan negara Asia Tenggara lainnya. Vietnam dan Laos tidak dimasukkan karena tidak ada data terbaru pada 2022.
Singapura yang wilayahnya jauh lebih kecil memiliki belanja militer lebih besar dari Indonesia. Data Bank Dunia mencatat belanja Singapura mencapai US$11,7 miliar sementara Indonesia sebesar US$8,99 miliar pada 2022.
Prioritas Anggaran Pertahanan
Disebutkan di atas, alokasi anggaran Kemenhan berada di terbesar kedua setelah Kemen PUPR. Namun, alokasi terbesar tidak dipakai untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista), melainkan dukungan manajemen. Berdasarkan Kode Program dan Anggaran Unit Organisasi Kementerian Pertahanan, dukungan manajemen ini adalah program generik yang meliputi sembilan kegiatan.
Mengutip Peraturan Menteri Pertahanan nomor 26 tahun 2016 tentang sistem program dan anggaran pertahanan negara, program generik adalah program yang digunakan beberapa eselon 1A untuk mendukung pelayanan aparatur dan/atau administrasi pemerintahan.
Program ini meliputi pengelolaan dan penyelenggaraan mulai dari sistem informasi dan teknologi (IT); organisasi dan SDM; pelayanan kesehatan; komunikasi dan informasi publik; keuangan, barang milik negara (BMN), operasional kantor, dan pengawasan internal Kemenhan dan TNI. Pendidikan dan pelatihan serta pengelolaan keuangan Universitas Pertahanan juga masuk dalam pos ini.
Selama empat tahun terakhir, program dukungan manajemen memiliki alokasi anggaran tertinggi. Nilainya pun naik tiap tahun, dari Rp68,8 triliun pada 2021 menjadi Rp77,6 triliun dalam APBN 2024.
Sementara, anggaran untuk modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana prasarana pertahanan alokasinya lebih rendah. Nilainya pun terus turun dari Rp58,55 triliun pada 2022 menjadi Rp43,02 triliun dalam APBN 2024.
Program profesionalisme dan kesejahteraan prajurit yang memiliki anggaran terbesar ketiga pertumbuhannya cenderung stagnan sejak 2021. Pada 2021, belanja program ini tercatat sebesar Rp11,57 triliun. Dalam APBN 2024, program ini mendapat anggaran sebesar Rp12,37 triliun seiring dengan kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), aparatur sipil negara (ASN), dan anggota TNI/ Polri.
Kekuatan TNI Belum Memadai
Lebih kecilnya anggaran alutsista daripada dukungan manajemen ini membuat target minimum essential forces (MEF) TNI masih jauh dari target. MEF adalah standar kekuatan pokok dan minimum agar TNI dapat menghadapi ancaman aktual dan memiliki efek tangkal tinggi. Selama ini, capaian MEF TNI dihitung lewat variabel alutsista.
Dalam Rencana Strategis Kedeputian Bidang Koordinasi Pertahanan Negara 2020 – 2024, MEF ditargetkan naik bertahap dari 72% pada 2020 menjadi 100% pada 2024. Namun, kenyataannya MEF cenderung stagnan dan tercatat sebesar 63,48% pada 2022.
Nota Keuangan APBN 2024 juga mencatat, “capaian MEF sulit meningkat karena banyak alutsista yang sudah habis masa pakainya tapi belum diperbarui, mengingat anggaran yang dibutuhkan untuk membeli alutsista memerlukan porsi APBN yang cukup besar.”
Riset Laboratorium Indonesia 2045 yang mengutip data International Institute for Strategic Studies (IISS) juga mencatat mayoritas alutsista aktif Indonesia berstatus bekas per Oktober 2022. Kebanyakan alutsista bahkan masuk generasi sangat lawas dan lawas.
Alutsista generasi sangat lawas (produksi di bawah 1970) mencakup 29% dari alutsista aktif. Lalu, generasi lawas (produksi 1970 – 1999) mencakup 36% alutsista aktif. Sisanya 35% baru masuk generasi mutakhir (produksi di atas 2000).
Referensi
Bank Dunia. Military expenditure (current USD). (Akses 8 Januari 2024)
Bank Dunia. Military expenditure (% of GDP). (Akses 8 Januari 2024)
Kementerian Keuangan. 2023. Nota Keuangan APBN 2024. (Akses 8 Januari 2024)
Kementerian Keuangan. Portal Data APBN. (Akses 8 Januari 2024)
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. 2019. Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara. (Akses 9 Januari 2024)
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. 2022. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Triwulan IV Tahun 2021. (Akses 9 Januari 2024)
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. 2023. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Triwulan IV Tahun 2022. (Akses 9 Januari 2024)
Kementerian Pertahanan. 2021. Keputusan Menteri Pertahanan Nomor: Kep/1355/XI/2021 tentang Kode Program dan Anggaran Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. (Akses 9 Januari 2024)
Kementerian Pertahanan. 2021. Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor: Kep/195/II/2022 tentang Kode Program Unit Organisasi Kementerian Pertahanan Tahun Anggaran 2022. (Akses 9 Januari 2024)
Kementerian Pertahanan. 2016. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Program dan Anggaran Pertahanan Negara. (Akses 9 Januari 2024)
Laboratorium Indonesia 2045. 2023. Tren Pasar Senjata Global dan Pengembangan Industri Pertahanan Indonesia. (Akses 9 Januari 2024)
---------------
Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id