Cek Data: Benarkah Tak Ada Bukti Pemerkosaan Massal dalam Kerusuhan Mei 1998?

Muhammad Almer Sidqi
30 Juni 2025, 11:26
Aksi 27 Tahun Reformasi di Bandung
ANTARA FOTO/Novrian Arbi/bar
Aksi Peringatan 27 Tahun Reformasi Lawan Kebangkitan Order Baru di Braga, Bandung, Jawa Barat, Rabu (21/5/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal tragedi asusila dalam peristiwa Mei 1998 memicu kontroversi. Ia menganggap isu pemerkosaan massal saat kerusuhan tersebut hanya rumor tanpa bukti konkret. Pernyataan ini bertentangan dengan laporan resmi dan pengakuan negara yang telah mendokumentasikan fakta kekerasan seksual dalam tragedi tersebut.

Kontroversi

Fadli Zon mengklaim tidak ada fakta keras pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Hal itu dia ungkapkan di sebuah siniar yang di kanal YouTube IDN Times, salah satu media digital di Indonesia, yang diunggah 10 Juni lalu.

“Betul tidak, ada pemerkosaan massal? Kata siapa itu? Tidak pernah ada buktinya. Itu adalah cerita. Kalau ada (bukti), tunjukkan. Ada tidak di buku sejarah? Tidak pernah ada. Rumor-rumor seperti itu, menurut saya, tidak akan menyelesaikan persoalan,” kata Fadli.

Pernyataan itu langsung banjir kecaman, terutama para aktivis HAM. Fadli juga dianggap mendiskreditkan kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh Presiden B. J. Habibie untuk menyelidiki peristiwa tersebut.

Faktanya

Laporan TGPF terang-benderang mencatat adanya kekerasan seksual sistematis selama kerusuhan Mei 1998. Temuan mereka meliputi kasus pemerkosaan, penganiayaan, dan pelecehan seksual di tiga titik: Medan, Surabaya, dan Jakarta dan sekitarnya.

Dalam dokumen “Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan 1998” yang dipublikasi Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas) Perempuan, setidaknya 52 kasus pemerkosaan tercatat selama periode kerusuhan tersebut.

Selain itu, terdapat empat kasus yang melibatkan pemerkosaan dan penganiayaan, 10 kasus penyerangan atau penganiayaan seksual, serta sembilan kasus pelecehan seksual.

Mayoritas korban adalah perempuan beretnis Tionghoa. Kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 terjadi di berbagai lokasi, seperti di dalam rumah, di jalan, dan di depan tempat usaha. Sebagian besar kasus terjadi di dalam rumah atau bangunan tertutup.

TGPF juga menemukan kasus gang rape, yaitu pemerkosaan yang dilakukan oleh beberapa pelaku secara bergantian dalam waktu yang bersamaan. Banyak dari tindakan tersebut bahkan dilakukan di hadapan orang lain atau di tempat umum.

Kasus-kasus asusila yang dihimpun TGPF berasal dari berbagai sumber yang beragam. Tim itu tidak hanya memuat keterangan korban dan keluarga, tetapi juga keterangan para ahli seperti dokter, psikolog, konselor, hingga rohaniawan. Ini membantah klaim bahwa tidak ada bukti kuat mengenai peristiwa tersebut.

TGPF juga mencatat lokasi-lokasi terjadinya perkosaan dan pelecehan seksual selama kerusuhan 1998 di Jakarta dan sekitarnya. Di Jakarta Barat, kekerasan seksual tercatat terjadi di sembilan kelurahan yang berbeda-beda. Di Jakarta Utara, kasus serupa ditemukan di Pluit, Pantai Indah Kapuk, dan Sunter. Sementara di sekitar Jakarta, lokasi yang terdampak meliputi Tangerang dan Bekasi.

Siapa TGPF?

TGPF dibentuk pada 23 Juli 1998 sebagai respons pemerintah terhadap desakan masyarakat yang menuntut pengungkapan kebenaran atas tragedi kerusuhan Mei 1998.

Pembentukan TGPF didasarkan Keputusan Bersama lima pejabat tinggi negara, yaitu Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.

Selain unsur pemerintah, TGPF juga melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi lainnya.

Di bawah Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung dan Sekretaris Kabinet di era Presiden Gus Dur, tim ini bekerja selama tiga bulan. Mereka mengumpulkan data langsung dari lapangan, mewawancarai saksi mata, keluarga korban, tokoh masyarakat, hingga aparat keamanan.

Rekomendasi TGPF Tak Dijalankan Pemerintah

Dalam kata pengantar “Seri Dokumen Kunci” cetakan ketiga tahun 2006, yang berisi temuan TGPF dan laporan tim relawan untuk kemanusiaan, Saparinah Sadli mengungkapkan bahwa rekomendasi TGPF agar pemerintah menelusuri dan menindaklanjuti temuan mereka tidak dijalankan.

“Komnas Perempuan berpendapat bahwa Laporan TGPF perlu disebarluaskan terutama karena hingga saat ini tidak satu pun dari rekomendasinya telah ditindaklanjuti oleh pemerintah Orde Baru,” tulis Saparinah yang merupakan ketua pertama Komnas Perempuan hingga 2004.

Pernyataan Saparinah menunjukkan minimnya pengakuan bukan karena tidak adanya bukti, melainkan karena kelalaian negara dalam menindaklanjuti temuan tersebut. Dengan kata lain, ketidakmunculan dalam buku sejarah resmi bukanlah bukti ketidakterjadinya peristiwa, tetapi cerminan dari kegagalan negara dalam menelusuri tragedi secara benar dan layak.

Dalam melakukan verifikasi, TGPF mengakui berbagai kesulitan. Misalnya, para korban dan keluarganya merahasiakan peristiwa yang menimpa mereka. Pasalnya, menurut TGPF, “diperkosa” adalah kondisi yang dianggap sebagai aib atau cacat yang sangat besar di Indonesia.

Selain itu, mereka juga menemukan bahwa, karena penderitaan fisik dan batin yang sangat berat, para korban dan saksi mata hanya akan bercerita kepada orang-orang yang sungguh mengerti mereka.

“Tiadanya laporan kepada instansi-instansi pemerintah persis menunjukkan sebuah gejala bahwa selama ini instansi-instansi tersebut tidak atau belum mendapat kepercayaan dari orang-orang yang mengalami peristiwa itu,” tulis TGPF.

Adapun Presiden Habibie, yang menjabat setelah Soeharto lengser, mengakui tragedi ini sebagai “bukti-bukti nyata yang otentik” dan “mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan di berbagai tempat secara bersamaan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.”

Referensi:

IDN Times. 2025. “Real Talk: Debat Panas! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah“ (diakses 19 Juni 2025)

Katadata. 2025. “Rekam Jejak Fadli Zon yang Sebut Tak Ada Bukti Pemerkosaan Massal pada 1998“ (diakses 19 Juni 2025)

Komnas Perempuan. 2006. “Seri Dokumen Kunci“ (diakses 19 Juni 2025)

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...