Anjlok Terdalam Sejak 1991, Harga Minyak Bisa Picu Gelombang Deflasi

Desy Setyowati
23 Maret 2020, 08:27
Anjlok Terdalam Sejak 1991, Harga Minyak Bisa Picu Gelombang Deflasi
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, seorang petugas melintas di area Refinery Unit V Pertamina Balikpapan Kalimantan Timur (22/7).

Harga minyak melorot lagi pada perdagangan Senin ini (23/3) karena terimbas pandemi corona. Harganya bahkan sempat anjlok 10,7% akhir pekan lalu, merupakan penurunan terdalam secara mingguan sejak perang teluk 1991. Analis khawatir, merosotnya harga minyak dan komoditas lain bakal memicu gelombang deflasi.

Anjloknya harga minyak dipicu permintaan bahan bakar yang menurun, lantaran kebijakan larangan perjalanan di banyak negara. Permintaan diprediksi turun lebih dari 10 juta barel per hari atau setara 10% konsumsi minyak harian dunia.

Advertisement

Dikutip dari Bloomberg pada Senin (23/3) pukul 08.09 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2020 turun 4,3% menjadi US$ 25,82 per barel. Harga minyak WTI untuk kontrak April 2020 juga turun 1,33% menjadi US$ 22,33 per barel.

(Baca: Trump Kirim Utusan ke Arab Saudi Guna Stabilkan Harga Minyak )

Harga minyak turun selama empat minggu berturut-turut. Sejak awal tahun, penurunannya bahkan mencapai 60%.

Analis khawatir kondisi tersebut akan memicu gelombang deflasi, sehingga menyulitkan pelonggaran kebijakan moneter. Padahal, langkah ini diperlukan untuk mendorong perekonomian di tengah pandemi corona.

Di satu sisi, pasar menghadapi dua guncangan yakni turunnya permintaan akibat pandemi corona dan perang harga minyak antara produsen Rusia dan Arab Saudi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement