Terseret Kasus Suap dan Cuci Uang, Emirsyah Divonis 8 Tahun Penjara
Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsider tiga bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap Rp 49,3 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekitar Rp 87,464 miliar.
Ketua majelis hakim Rosmina menyatakan, terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU secara bersama-sama. Hal ini ia sampaikan dalam persidangan yang berlangsung secara virtual.
Majelis hakim berada di Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK berada di Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan penasihat hukum dan terdakwa Emirsyah ada di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Jakarta.
“Menjatuhkan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar hakim Rosmina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin (8/5).
(Baca: Emirsyah Satar, Pemoles Garuda yang Jadi Tersangka KPK)
Majelis hakim juga memutuskan agar Emirsyah selaku Dirut Garuda 2005-2014 harus membayar uang pidana pengganti sebesar 2.117.315 dolar Singapura. “Selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap,” ujar Rosmina.
Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang. “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama dua tahun," kata hakim Rosmina.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK. Lembaga antirasuah ini meminta agar Emirsyah divonis 12 tahun penjara, ditambah denda Rp 10 miliar subsider delapan bulan kurungan.
Emirsyah terbukti dalam dua dakwaan. Pertama dari Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(Baca: Terseret Kasus Suap dan TPPU, Mantan Dirut Garuda Ditahan KPK )
Dakwaan kedua, yaitu Pasal 3 UU 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Terdakwa sebagai pemimpin seharusnya menjadi panutan bagi Garuda Indonesia, namun terdakwa melakukan tindakan yang mencurangi perusahaan di mana banyak karyawan menggantungkan kehidupan kepada perusahaan tersebut," kata anggota majelis hakim Anwar.
Namun, hakim juga menilai Emirsyah telah membawa Garuda sebagai perusahaan penerbangan bergengsi.
"Hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatan, bersikap sopan di persidangan, menyesali perbuatan dan belum pernah dihukum, terdakwa telah membawa PT Garuda Indonesia ke jenjang yang diakui dunia sebagai perusahaan penerbangan yang bergengsi," ujar hakim Anwar.
Dalam dakwaan pertama, Emirsyah Satar didakwa bersama-sama dengan Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahyudo menerima uang. Nilai keseluruhan suap mencapai Rp 8,859 miliar, 884.200 dolar Amerika Serikat (AS), 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.
Suap itu diberikan melalui pemilik PT Mugi Rekso Abadi, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd., Soetikno Soedarjo.
(Baca: KPK: Ada Dokumen Baru Kasus Suap Garuda Indonesia)
Sedangkan uang suap berasal dari Airbus SAS, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport regional (ATR) serta Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summberville Pacific Inc.
Suap tersebut terdiri atas, pertama, penerimaan uang dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International. Ini terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli pada 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Kedua, penerimaan uang dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Ketiga, dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan pesawat Airbus A320 Family
Keempat, penerimaan uang terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft, melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc. Kelima, suap senilai 1.181.763 dolar Singapura dari Avions de Transport Regional (ATR) melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.
Selain menerima suap, Emirsyah didakwa melakukan TPPU yang totalnya mencapai Rp 87.464.189.911,16. (Baca: KPK Usut Puluhan Rekening Bank Luar Negeri di Kasus Rolls-Royce Garuda)
Cara-cara yang dilakukan, pertama, mentransfer uang 480 ribu dolar Singapura menggunakan rekening Woollake International di UBS atas nama mertuanya, Mia Badilla Suhodo. Dana ini untuk ditransfer ke rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar, istri Emirsyah dan Commonwealth Bank of Australia atas nama Eghadana Rasyid Satar,anaknya.
Kedua, menitipkan dana 1.458.364,28 dolar AS atau sekitar Rp 20, 2 miliar ke rekening Soektino Soedarjo di Standard Chartered Bank. Ketiga, membayar pelunasan utang kredit di UOB Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 senilai 841.919 dolar AS atau sekitar Rp 11,73 miliar.
Keempat, membayar biaya renovasi rumah di Blok SK No 7-8 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan senilai Rp 639,2 juta. Kelima, membayar apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia senilai 805.984,56 dolar Australia atau sekitar Rp 7,85 miliar.
Keenam, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G No 46 Kebayoran Lama atas nama Sandrina Abubakar untuk jaminan kredit Bank UOB Indonesia sebesar 840 ribu dolar AS atau Rp 11,68 miliar.
Ketujuh, mengalihkan kepemilikan satu unit apartemen di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore, 449306 kepada Innospace Invesment Holding senilai 2.931.763 dolar Singapura atau sekitar Rp30,28 miliar.
Atas vonis tersebut, baik Emirsyah Satar maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari sejak putusan dibacakan. (Baca: DPR Akan Panggil Garuda Terkait Kasus Suap Emirsyah Satar)