Bertambah 467 Pasien, Kasus Positif Corona di RI Capai 26.940

Desy Setyowati
1 Juni 2020, 16:01
Bertambah 467 Pasien, Kasus Positif Corona di RI Capai 26.940
ANTARA FOTO/Fauzan/hp.
Ilustrasi, petugas melakukan tes diagnostik cepat Covid-19 (Rapid Test) kepada warga di Kota Tangerang, Banten, Sabtu (30/5/2020).

Jumlah pasien positif virus corona di Indonesia bertambah 467 orang, sehingga total kasus menjadi 26.940 per hari ini (1/6). Sebanyak 7.637 di antaranya telah sembuh.

Data tersebut diperoleh dari pengujian dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler terhadap 10.039 spesimen pada hari ini. "Maka, totalnya menjadi 333.415 spesimen," kata juru bicara nasional penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Gedung BNPB, Jakarta, Senin (1/6).

Dari jumlah tersebut, angka kematian bertambah 28, sehingga total 1.641 orang meninggal akibat virus corona. Sedangkan, jumlah pasien yang sembuh meningkat 329 menjadi 7.637 orang.

(Baca: Bertambah 700 Kasus, Positif Corona di Indonesia Capai 26.473 Orang)

"Hari ini, 15 provinsi yang tidak ada laporan kasus positif. Maka kami masih akan terus berupaya maksimal pada provinsi yang masih tinggi angkanya untuk ditekan," kata Yurianto.

Pemerintah juga mencatat ada 48.358 orang yang dinyatakan masuk dalam kategori dalam pemantauan (ODP). Sedangkan, 13.120 orang merupakan pasien dalam pengawasan (PDP) terkait pandemi corona. Sudah ada 416 kabupaten/kota di 34 provinsi yang terdampak virus ini.

Pemerintah mengimbau masyarakat harus tetap waspada dan mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari corona. Caranya, dengan tetap menjaga jarak secara fisik, menggunakan masker, serta rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

(Baca: Tak Ada Kasus Baru di 10 Provinsi, Pasien Covid-19 Bertambah 557 Orang)

"Atur kegiatan sosial kita agar tidak menimbulkan kerumunan. Ini jadi salah satu yang harus kita biasakan dalam hadapi kenormalan baru. Kita pasti mampu melaksanakan ini," ujarnya.

Sebelumnya, ia mengatakan bahwa penerapan tatanan kebiasaan baru atau new normal tidak bisa asal-asalan dilakukan di daerah. Ada syarat yang harus dipenuhi ketika daerah mau menerapkan tatanan normal baru.

"Kami tidak menganggap kenormalan baru itu bendera start lomba lari, semua bergerak bersama-sama, tidak," ujar dia.

Setidaknya ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menerapkan tatanan normal baru di daerah. Pertama, laju penyebaran corona telah menurun 50% dari puncak kasus selama tiga pekan berturut-turut.

Kedua, rata-rata penambahan kasus positifnya harus menurun lebih dari 5% dari kasus yang sudah diperiksa. (Baca: Jumlah Kematian Terduga Corona Terus Naik, Rencana New Normal Dikritik)

Ketiga, pemerintah juga mempertimbangkan sistem kesehatan di daerah bersangkutan sebelum menerapkan tatanan kebiasaan normal baru. "Di antaranya penggunaan tempat tidur ICU dalam dua pekan terakhir dan sistem surveillance yang dilakukan," kata dia.

Jika semua aspek tersebut telah terpenuhi, maka pemerintah daerah harus melakukan sosialisasi terkait penerapan tatanan normal baru. Ini dilakukan guna mengedukasi masyarakat terkait apa saja yang harus dilakukan saat tatanan normal baru diterapkan.

Selain sosialisasi, pemerintah daerah harus melakukan simulasi penerapan tatanan normal baru yang seusai dengan protokol kesehatan. "Bukan sesuatu yang mudah dan sepihak bahwa kenormalan baru bisa dilakukan," kata Yurianto.

(Baca: PSBB akan Dilonggarkan, Sri Mulyani: Kesehatan & Ekonomi Sama Penting)

Dia pun meminta masyarakat ikut berperan aktif dalam kebijakan tatanan normal baru di berbagai daerah. Kebijakan itu bisa berjalan baik jika masyarakat ikut ambil bagian saat perancangannya.

Lebih lanjut, Yurianto meminta agar penerapan tatanan normal baru tidak diartikan masyarakat bisa beraktivitas seperti biasanya. Masyarakat tetap harus hati-hari dan menerapkan protokol kesehatan.

"Tidak jadi euforia baru bahwa kenormalan baru membebaskan kita beraktivitas seperti sebelum pandemi Covid-19. Kita harus bergerak, harus produktif, namun tetap aman dari virus corona," kata dia.

(Baca: Penghentian PSBB di Tiga Daerah Diduga Tanpa Kajian Epidemiologi)

Reporter: Cindy Mutia Annur
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.
Advertisement

Artikel Terkait