Protes Kasus Korupsi Ekspor CPO, Asosiasi Ancam Tak Ikut Migor Subsidi

Andi M. Arief
20 April 2022, 05:32
cpo, ekspor cpo, minyak sawit mentah, kejagung
KatadataANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Seorang buruh tani memanen sawit di perkebunan sawit milik PTPN VIII di Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021).

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga orang dari pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menilai, penetapan tersangka kepada ketiganya tidak sah.

Asosiasi juga meminta pemerintah untuk segera membenarkan penetapan tersangka tersebut. Mereka pun mengancam keluar dari program minyak goreng curah subsidi.

Ketiga petinggi di perusahaan minyak yang dijadikan tersangka yakni Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; dan General Manager PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.

Mereka diduga melakukan kesepakatan dengan pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mendapatkan Perizinan Ekspor (PE) sebelum menyalurkan minyak goreng sesuai aturan kewajiban pasar domestik (DMO).

Aturan DMO mengatur pengekspor CPO untuk menyalurkan 20% dari volume ekspor ke pasar domestik dalam bentuk minyak goreng atau bahan baku minyak goreng (olein). 

"Mengekspor produk (CPO) tanpa (mematuhi aturan) domestic supply tidak mungkin, karena sistemnya manual. Oleh karena itu, (pejabat perusahaan CPO) menunggu (di kantor Kemendag). Ini yang dipakai (sebagai bukti) dekat dengan pejabat," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga di Jakarta, Selasa (19/4). 

Ia menjelaskan, pengekspor harus menyerahkan minyak goreng fisik ke D1 agar bisa mendapatkan PE CPO. Idealnya, volume ekspor CPO pada 12 Februari – 8 Maret sudah mencapai 2,2 juta ton jika merujuk aturan DMO. 

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, volume ekspor CPO dan turunannya mencapai 2,09 juta ton per Februari. Jumlah ini naik tipis 1,35% dari tahun ke tahun (year on year/yoy).

Ekspor CPO juga tercatat turun 81,5% menjadi 27 ton. 

Komponen yang menjadi lokomotif ekspor CPO dan turunannya per Februari adalah olahan CPO yang naik 14,6% yoy menjadi 1,68 juta ton. 

"Ekspor kami belum (2,2 juta ton). Bagaimana ada (manipulasi) PE? Sudah dibuktikan, Kemendag ada (data penyaluran ke D1 sebanyak) 419 ribu ton mau digelontorkan. Ini ekuivalen dengan 2,2 juta ton (ekspor CPO)," kata Sahat. 

Di samping itu, Sahat menyebutkan bahwa salah satu bukti yang digunakan oleh Kejagung adalah swafoto (selfie) pejabat yang dijadikan tersangka di kantor Kemendag.

Sahat menyampaikan, ada puluhan pengekspor yang menunggu penerbitan PE, selain ketiga pejabat perusahaan dijadikan tersangka. 

Menurutnya, para pejabat tersebut melakukan swafoto karena menunggu penerbitan PE di Kemendag hingga Pukul 4.00 WIB. Foto ini bahkan tersebar di dunia maya dan sempat dilihat oleh kepala negara.

"Foto itu ada di kejaksaan. Sampai ke presiden (foto) selfie itu," ujar Sahat.

Sahat menilai, salah satu sumber munculnya dugaan korupsi adalah sistem penerbitan PE CPO yang masih manual saat itu. "Maka amburadul. Baru (saat program minyak goreng curah) ada sistem Simirah," kata Sahat. 

Belum lama ini, Sahat menghubungi salah satu pejabat Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk meluruskan penetapan tersangka tersebut. Pejabat yang dimaksud yakni Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika. 

Menurutnya, Putu menyatakan akan melobi Kejagung untuk meluruskan penetapan tersangka tersebut. Sebab, Sahat mengancam bahwa pabrikan minyak goreng akan keluar dari program minyak goreng curah subsidi jika hal ini tidak diluruskan.

"Mereka yang sudah betul-betul sesuai dengan regulasi malah (dijadikan tersangka). Ini menyakitkan. Kenapa harus semua ditangkap sekarang?" kata Sahat.

Selain itu, Sahat menyebutkan bahwa definisi penyerahan minyak syarat DMO yang disebutkan oleh Kejagung belum jelas. Menurutnya, penyerahan yang dipahami produsen adalah kepada distributor 1 (D1). 

Distribusi setelah dari D1 dinilai bukan menjadi tanggung jawab produsen, saat aturan DMO CPO berlaku. Namun demikian, Kejagung menilai ketiga perusahaan itu tidak memenuhi kewajiban DMO CPO atau RBD Palm Olein.

Sahat menyampaikan, perusahaan masing-masing sudah menyediakan bantuan hukum kepada tiga pejabat yang dijadikan tersangka. Menurutnya, asosiasi tidak bisa memberikan bantuan hukum untuk menghindari dugaan monopoli maupun kolusi. 

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...