Mantan Pejabat Kemenhan Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Satelit
Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi satelit Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2012 - 2021. Salah satunya, mantan pejabat Kemenhan.
Ketiga tersangka tersebut terdiri dari satu prajurit militer dan dua orang sipil. Dari prajurit militer, tim penyidik menetapkan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan Kemenhan periode Desember 2013 - Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto sebagai tersangka.
Dari pihak sipil, penyidik menetapkan dua pejabat PT Dini Nusa Kesuma, yaitu Direktur Utama Soerya Cipta Witoelar dan Komisaris Utama Arifin Wiguna sebagai tersangka.
Agus dan Soerya diketahui melakukan perbuatan melawan hukum dengan merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan PT Grha Dana Bersama (Avantee). Perbuatan ini diduga melawan beberapa peraturan perundang-undangan, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 8, Pasal 13 dan Pasal 22 ayat 1, Pasal 38 ayat 4
- Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Pasal 16, Pasal 27 dan Pasal 48 ayat 2
Tim Penyidik Koneksitas yang terdiri dari Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Militer dan Penyidik dari POM TNI dan Oditurat Militer Tinggi II Jakarta mengungkapkan, para tersangka menunjuk langsung kegiatan sewa satelit tanpa Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan.
“Kegiatan ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menteri Pertahanan,” ujar Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Brigjen TNI Edy Imran dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung, Rabu (15/6).
Pengadaan satelit dalam kasus itu juga dilakukan tanpa membentuk tim evaluasi pengadaan (TEP). Padahal, penetapan pemenang ditetapkan oleh Menhan berdasarkan evaluasi TEP.
Tim penyidik mengungkapkan, penandatanganan kontrak pengadaan satelit dilakukan tanpa ada anggaran. Tim menemukan bahwa kontrak tidak mencantumkan harga perkiraan sendiri (HPS) yang semestinya melibatkan tenaga ahli.
Di dalam kontrak tidak terdapat Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK). Selain itu, tak tercantum kewajiban Avantee untuk menyusun kemajuan pekerjaan satelit.
“Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan yang sebelumnya, yaitu satelit Garuda. Maka, tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat,” kata Edy.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Kejaksaan Agung belum melakukan penahanan terhadap ketiganya. Namun, tindakan pencegahan akan dilakukan.
“Kami sudah cekal AP (Agus Purwoto) dan semuanya,” kata Edy.