Peternak Anggap Usul Badan Pangan Jaga Harga Ayam Tidak Efektif
Badan Pangan Nasional atau NFA mengusulkan ketersediaan fasilitas pembekuan bahan pangan di dalam negeri. Sedangkan asosiasi peternak ayam atau Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) berfokus pada komitmen soal kepastian serapan.
Wakil Sekretaris jenderal Pinsar Muchlis Wahyudi menilai, kepastian pemerintah menyerap pasokan ayam di pasar sangatlah penting untuk menjaga stabilitas harga. Padahal, usulan Badan Pangan Nasional soal freezer untuk tujuan yang sama.
“Harus ada off-taker yang terkontrak untuk membeli (ayam dengan harga) di atas biaya produksi. Baru skema penyimpanan (usulan Badan Pangan Nasional) bisa berhasil,” kata Muchlis kepada Katadata.co.id, Selasa (4/10).
Menurutnya, usulan Badan Pangan Nasional tidak efektif mendorong stabilitas harga, jika diserahkan ke mekanisme pasar. “Sama saja dengan saat ini,” tambah dia.
Ia menjelaskan, daging ayam hanya mampu bertahan maksimal tiga bulan setelah dibekukan atau disimpan. Tanpa kepastian serapan oleh pemerintah, ia menilai usulan soal freezer hanya akan mengurangi kerugian.
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengusulkan adanya fasilitas penyimpanan berbasis teknologi air blast freezer. Teknologi ini dapat membekukan bahan pangan dalam waktu empat sampai enam jam.
Ia memperkirakan, fasilitas tersebut akan menambah harga pokok produksi daging ayam Rp 300 per kilogram (Kg). Hal ini memungkinkan daging ayam diserap secara berkelanjutan.
Bahkan, serapan bisa ditingkatkan. Dengan begitu, dapat memperbaiki harga daging ayam di tingkat peternak.
"Saat ini kami belum punya cadangan pangan dalam bentuk frozen atau beku. Ke depan, saya inisiasi, kalau belum ada dananya, kolaborasi dengan pihak swasta," kata Arief di Gudang Food Station Cipinang, Senin (3/10).
Alasan Fasilitas Freezer Dapat Stabilkan Harga Daging Ayam
Arief menjelaskan, kelebihan pasokan daging ayam dapat disimpan di fasilitas pembekuan. Dengan begitu, jumlah daging ayam yang masuk ke pasar tanpa melalui Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) dapat diminimalkan.
Hal itu membuat pasokan daging ayam di pasar tidak berlebihan atau mengimbangi permintaan konsumen. Dengan demikian, harga daging ayam di tingkat peternak dan konsumen bisa terjaga.
"Kalau stok daging ayam banyak, itu keberhasilan Kementerian Pertanian. Jangan dibuang kelebihan produksinya, tapi difasilitasi dan disimpan sebagai cadangan pangan nasional," kata Arief.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, rata-rata harga ayam hidup secara nasional hanya Rp 17.260 per kilogram (Kg). Harga terendah di Pulau Jawa yaitu Rp 15.470 per Kg.
Rendahnya harga daging ayam karena berlebihnya pasokan. Volume ayam hidup selama tahun ini diperkirakan 940 juta ekor. Sedangkan RPHU hanya mampu menyerap 365 juta ekor per tahun.
Itu artinya, ada kelebihan pasokan 575 juta ekor ayam hidup di dalam negeri tahun ini, karena tidak terserap RPHU.
Di satu sisi, masa panen ayam hidup singkat. Alhasil, banyak peternak yang menjual ayam langsung ke pasar tradisional.
Kelebihan pasokan tersebut membuat harga daging ayam turun. Hal ini yang coba diatasi oleh Badan Pangan Nasional dengan membuat fasilitas penyimpanan.