Efek 5G, Huawei Prediksi Energi Terbarukan & Baterai Lithium Jadi Tren
Beberapa perusahaan telekomunikasi di Indonesia mulai menguji coba jaringan internet generasi kelima (5G). Huawei memperkirakan, energi terbarukan dan baterai lithium marak digunakan seiring berkembangnya 5G pada 2025.
Setidaknya ada tiga hal yang harus disiapkan operator guna mengantisipasi perkembangan 5G. Pertama, spektrum dan pendayagunaan teknologi mutakhir. Kedua, butuh stasiun-stasiun baru. Terakhir, mobile edge computing (MEC) menjadi kunci atas maraknya adopsi 5G.
Huawei menilai, 5G membuka potensi dikembangkannya beragam skenario pengaplikasian perangkat Base Transceiver Station (BTS) untuk korporasi (enterprise). Pengaplikasian itu mulai dari kebutuhan konektivitas untuk pelabuhan, kawasan pertambangan, daya kelistrikan, transportasi, kampus, rumah sakit hingga komunitas.
Karena itu, butuh solusi daya untuk layanan telekomunikasi yang beragam dan fleksibel baik itu energi digital, modular maupun paduan keduanya. (Baca: Diminta Perkuat Jaringan agar RI Adopsi 5G, Begini Kata Telkomsel & XL)
Perusahaan asal Tiongkok itu pun memperkirakan energi terbarukan dan baterai lithium menjadi tren pada 2025. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengimbau untuk mengembangkan energi terbarukan seiring dengan perubahan iklaim.
Huawei mencatat, investasi terkait energi terbarukan meningkat tajam. Teknologi mutakhir di bidang energi yang mulai dikembangkan seperti photovoltaic atau tenaga surya, yang digerakkan oleh angin, sel berbahan bakar hydrogen hingga baterai lithium.
Selain itu, baterai berbahan inti asam timbal diprediksi bakal ditinggalkan. Daya itu akan digantikan oleh baterai lithium, karena bisa berfungsi sebagai sumber energi.