East Ventures Pimpin Investasi Rp 41 Miliar di Sekolah Coding Hacktiv8
Perusahaan modal ventura, East Ventures pimpin pendanaan pra-seri A US$ 3 juta atau sekitar Rp 41,1 miliar di sekolah pemrogaman (coding) berbentuk bootcamp, Hacktiv8. Sovereign's Capital, SMDV, Skystar Capital, Convergence Ventures, RMKB Ventures, Prasetia, dan Everhaus terlibat dalam investasi tersebut.
Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, engineer di Indonesia tergolong sedikit dibandingkan jumlah penduduknya. Menurut dia, hal ini disebabkan oleh minimnya luluasan program studi science, technology, engineering, and math (STEM).
Karena itu, menurut dia bootcamp pengembang seperti Hacktiv8 merupakan solusi tercepat untuk mengisi kebutuhan talenta digital di Tanah Air. Apalagi, Hacktiv8 bekerja sama dengan pelaku industri untuk penempatan kerja.
“Setiap gelombang lulusan Hacktiv8 diperebutkan oleh startup digital dan segera mendapatkan pekerjaan,” kata dia dalam siaran pers, hari ini (15/1). East Ventures berharap, Hacktiv8 menjadi jalan keluar dari permasalahan seputar kebutuhan talenta digital.
(Baca: Kominfo Gaet 88 Universitas Beri Beasiswa Bagi 60 Ribu Talenta Digital)
Hacktiv8 menawarkan program pembelajaran intensif untuk pemula, supaya bisa menjadi pengembang aplikasi web yang siap pakai dalam tiga bulan. Dalam program tersebut, peserta mempelajari JavaScript, Node.js, Vue.js, dan bahasa pemrograman React buatan Facebook’s React melalui ratusan latihan praktik.
Sekolah pemrogaman itu didirikan oleh Roland Ishak dan Riza Fahmi pada 2016. Keduanya merasa resah dengan tren saling ‘bajak’ tenaga pengembang di antara perusahaan teknologi.
Sejauh ini, hanya sebagian kecil dari 8 ribu peserta bootcamp yang berhasil mengikuti program Hacktiv8 hinga selesai. Menurut Roland dan Riza, hal itu terjadi karena perusahaannya berfokus pada kualitas.
Peserta pun menghabiskan 10-12 jam setiap hari, lima hingga enam hari per minggu selama tiga sampai 4,5 bulan. “Benar-benar solusi cerdas dalam mendapatkan para programmer baru dengan pola pikir ‘growth mindset’ di Indonesia,” ujar CEO Xendit Moses Lo, yang juga Hiring Partner Hacktiv8.
(Baca: SDM Digital Jadi Tantangan Indonesia Capai PDB Rp 2.115 T di 2025)
Meski begitu, Roland dan Riza mengaku, lulusan Hacktiv8 biasanya mendapatkan lebih dari satu tawaran pekerjaan, setelah tiga minggu menyelesaikan program. Gaji yang ditawarkan rerata Rp 11 juta per bulan.
Keduanya mengatakan, standar lulusan program Hacktiv8 diakui secara internasional melalui Counsel on Integrity in Results Reporting (CIRR). Hacktiv8 pun menjadi coding bootcamp pertama di Asia yang tergabung di lembaga skala global itu.
Hacktiv8 memiliki lebih dari 250 perusahaan mitra (Hiring Partner) yang akan merekrut para alumni. Hiring Partner juga berpartisipasi dalam merancang kurikulum untuk memastikan materi yang dipelajari di Hacktiv8 tetap sesuai dengan kebutuhan industri.
Beberapa perusahaan mitra Hacktiv8 yakni Tokopedia, Gojek, dan Bukalapak. Mitra lainnya yaitu perusahaan yang bergerak di bidang keuangan seperti Midtrans, Payfazz, Xendit, dan KoinWorks. Di samping itu, CIMB Niaga, Hana Bank, dan Siloam memberikan beasiswa.
(Baca: Gaji Karyawan Pindah ke Perusahaan Digital Naik 30%, Ini 2 Penyebabnya)
Dengan adanya tambahan modal yang dipimpin East Ventures, Hacktiv8 berencana membangun lebih banyak kelas dan mulai menawarkan program Income Share Agreement (ISA). Program ISA memungkinkan siswa membayar biaya pendidikan mereka lewat perjanjian bagi hasil atas penghasilan yang akan mereka dapat setelah lulus dan bekerja.
Besaran bagi hasil dapat disesuaikan dengan pendapatan alumni di perusahaan perekrut. Siswa yang terdaftar di ISA mulai membayar setelah pendapatan mereka melebihi jumlah tertentu.
Sedangkan mereka yang berhasil meraih pendapatan lebih tinggi tidak akan membayar lebih dari batasan tertentu. “Jika lulusan mendapat gaji yang kompetitif, kami akan mendapat pengembalian investasi yang bagus,” kata CEO Hacktiv8 Ronald Ishak.
Berdasarkan survei McKinsey pada 2018, 15 dari 20 petinggi perusahaan teknologi di Indonesia kesulitan mencari talenta digital lokal. Sebanyak 10 dari 20 petinggi perusahaan menyatakan kesulitan mempertahankan pekerja.
Padahal, Google dan Temasek memperkirakan ekonomi internet di Asia Tenggara mempekerjakan 200 ribu pekerja berkeahlian pada 2025. Alhasil, kebutuhan tersebut diisi oleh profesional berpengalaman dari industri perbankan, ritel, dan teknologi global.
“Selain membangun kemampuan front-end dan back-end JavaScript, kamu juga diajarkan bagaimana cara menghadapi tantangan dan bekerja di dalam sebuah tim yang bergerak dengan sangat cepat,” kata salah satu siswa di Course Report.
(Baca: Soal Talenta Digital, Indonesia Masih Kalah dari India)
Disclaimer: East Ventures adalah salah satu investor Katadata.