Pemilu Elektronik dengan Tanda Tangan Digital Bisa Digelar Tahun 2029
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meresmikan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dan Tanda Tangan Elektronik (TTE) kemarin (13/11). Pengusaha memperkirakan, layanan ini berpeluang mendorong penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) secara elektronik minimal 10 tahun lagi atau 2029.
CEO Vida Niki Santo Luhur menyampaikan, pemilu melibatkan ratusan juta pemilih. Karena itu, menurutnya ada banyak faktor yang memengaruhi cepat tidaknya peralihan dari pemilu secara konvensional ke elektronik.
Regulasi tanda tangan digital memang sudah ada, tetapi kesadaran masyarakat terkait layanan ini masih sangat minim. Karena itu, sosialisasi dan edukasi menjadi hal utama yang harus dilakukan saat ini.
“Semoga 10 tahun lalu sudah bisa (pemilu elektronik). Tetapi, ada banyak faktor,” kata Niki kepada Katadata.co.id di Jakarta, kemarin (13/11). Pada umumnya, membangun platform kotak suara untuk pemilih mudah. Yang sulit yakni meningkatkan kesadaran masyarakat terkait keamanan layanan ini.
(Baca: Minimalkan Pemalsuan Dokumen, Kominfo Sertifikasi Tanda Tangan Digital)
Selain itu, perlu mendorong kementerian dan lembaga (K/L) untuk mau beralih dari birokrasi konvensional ke digital. “Ini (tanda tangan digital) bisa jadi solusi menjangkau masyarakat di pelosok. Tetapi untuk prosedur yang baru, itu harus aman dan melibatkan ratusan ribu orang dalam operasinya,” kata Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) ini.
Hal senada disampaikan oleh CEO PrivyID Marshall Pribadi. Ia mengatakan, ada sekitar 10 perusahaan yang bertanya terkait keamanan layanan tanda tangan digital ke PrivyID setiap harinya. Padahal, ia menegaskan bahwa regulasinya sudah ada.
Toh, sudah ada 4,5 juta individu dan sekitar 220 perusahaan yang memakai layanannya saat ini. Mayoritas kliennya berasal dari sektor finansial. “Tetapi, ada juga perbankan yang masih ragu karena dianggap belum diregulasi,” kata dia.
Dengan adanya sertifikasi tanda tangan digital, ia berfokus menyasar pasar di dalam negeri dan meningkatkan edukasi terkait layanan ini. Ia pun menargetkan 10 juta pengguna individu dan 1.000 perusahaan tahun depan.
Ia juga optimistis, pemilu elektronik bisa diselenggarakan 10 tahun ke depan. “Pesertanya kan ratusan juta dan harus daftar ke masing-masing penyelenggara. Mungkin 10 tahun lagi bisa,” kata Marshall.
(Baca: Rudiantara Optimistis Sistem E-Voting Pemilu Bisa Berjalan pada 2029)
Saat ini, ada enam penyelenggara tanda tangan digital. Dari sisi pemerintah, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Empat lainnya dari korporasi, yaitu Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri), PrivyId, Vida, dan Digisign.
Mereka menyediakan enam layanan. Di antaranya tanda tangan elektronik, segel elektronik, preservasi, otentifikasi, pengiriman elektroknik tercatat, dan penanda waktu.
Sebelumnya, BBPT memperkirakan bahwa pemilu di Indonesia sudah bisa dilakukan secara elektronik pada 2024. "Saya sudah bicara dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) BPPT Eniya L Dewi di kantornya, akhir tahun lalu (17/12/2018).
(Baca: BPPT: Indonesia Bisa Jalankan Pemilu Elektronik pada 2024)
Dalam hal teknologi, BPPT sudah menyiapkan tanda tangan digital. BPPT juga sudah memeroleh sertifikat yang memungkinkan instansi ini mengeluarkan dan melakukan verifikasi tanda tangan digital atau disebut Certicate Authority (CA).
Tanda tangan digital BPPT ini sebelumnya sempat diujicoba saat Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) 2018. Berdasarkan hasil evaluasi, tanda tangan digital memungkinkan dipakai pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada.
Saat ini, 30 pemerintah kota (pemkot) pun sudah mengadopsi tanda tangan digital. Beberapa di antaranya Ponorogo, Probolinggo, Situbondo, Tangerang Selatan, Bogor, Pontianak, dan Banten.