Marak Pengemis Online saat Corona, Pahami Rambu-rambu Donasi
Sejak pandemi corona masuk Indonesia, ‘pengemis online’ mulai marak beredar di media sosial. Sebagian dari mereka mengaku diberhentikan atau mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan. Ahli informasi dan teknologi (IT) mengimbau pengguna untuk berhati-hati sebelum memberikan donasi.
Peneliti keamanan siber Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menjelaskan, sebutan 'pengemis online' diberikan kepada mereka yang meninggalkan komentar untuk meminta bantuan di media sosial. Beberapa di antaranya bahkan memberikan nomor telepon dan rekening.
Fenomena tersebut sebenarnya sudah terjadi sebelum adanya pandemi virus corona. Umumnya, para ‘pengemis online’ mengaku ada kesulitan keuangan, karena anaknya sakit dan lainnya.
Sejak adanya pandemi Covid-19, Pratama menemukan banyak ‘pengemis online’ yang mengaku di-PHK atau pendapatannya menurun. Memang, ada yang benar-benar membutuhkan bantuan, tetapi tidak sedikit juga yang menipu.
"Yang bisa dilakukan, yakni menyalurkan bantuan lewat lembaga kemanusiaan atau instansi resmi lainnya," ujar Pratama kepada Katadata.co.id, Kamis (28/5). Beberapa di antaranya yakni Kitabisa.com, Benih Baik, dan lainnya.
(Baca: Beban Berat Mal sebelum Fase New Normal, dari PHK hingga Razia Petugas)
"Lewat aplikasi terpercaya, minimal ada upaya verifikasi sebelum kampanye penggalangan dana dimulai,” kata dia. "Intinya, jangan sampai malah kita menjadi korban penipuan.”
Hal senada disampaikan oleh Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya. "Sumbangan sebaiknya disalurkan pada jalur yang terpercaya dan tidak mengenakan biaya,” kata dia.
Ia menilai, modus operasi ‘pengemis online’ dilakukan secara intens, dan kemungkinan terorganisasi. Salah satunya tecermin dari rekening bank yang dibagikan oleh mereka.
“Pihak berwajib sebaiknya pro-aktif mengidentifikasi praktik pengemis online ini. Lalu, melakukan tindakan yang diperlukan dan memberikan efek jera kepada pelaku," ujar Alfons.
(Baca: PHK dan Efisiensi Karyawan Melanda Perusahaan Publik, Ini Daftarnya)
Peneliti keamanan siber Indonesia ICT Institute Heru Sutadi pun mengimbau masyarakat untukberhati-hati dalam beronadi. “Perlu dicek apakah lembaga untuk berdonasi diaudit secara baik atau tidak," ujar Heru.
Di samping itu, bantuan sosial atau donasi sebaiknya diberikan secara langsung kepada orang yang dikenal. "Yang terpenting, pastikan WhatsApp atau Direct Message permintaan bantuan merupakan orang yang kita kenal," ujar dia.
Akan tetapi, perlu berhati-hati juga terkait kemungkinan akun tersebut diretas (hack). Bisa saja para penipu mengambil foto di media sosial orang yang kita kenal untuk menipu dan meminta bantuan.
(Baca: THR PNS dan Pensiunan Cair, Bisa Tahan Anjloknya Daya Beli Masyarakat)