Ahli IT Minta YouTuber Cermati 4 Hal untuk Hindari Disinformasi Corona

Cindy Mutia Annur
5 Agustus 2020, 18:36
Ahli IT Minta YouTuber Cermati 4 Hal untuk Hindari Disinformasi Corona
Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi, suasana jumpa pers YouTube Fanfest 2016 di Jakarta, Jumat, (21/10/2016).

Video Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto terkait klaim penemuan obat virus corona yang diunggah di YouTube, menuai kontroversi. Pakar informasi dan teknologi (IT) menilai, YouTuber perlu mencermati empat hal guna menghindari konten disinformasi, terutama terkait Covid-19.

Peneliti Keamanan Siber Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menilai, tidak tampak upaya menyebarkan hoaks dari video Anji. Namun, konten tersebut dinilai bisa membahayakan masyarakat.

Sebab, secara umum masyarakat belum bisa membedakan konten yang berdasarkan fakta, hoaks dan disinformasi. Ini merupakan hal pertama yang harus dicermati influencer, termasuk YouTuber dalam membuat konten.

Kedua, melakukan riset mendalam sebelum membuat konten. “Seharusnya Anji melakukan riset terlebih dulu. Apalagi, ada embel-embel dokter dan profesor, serta penelitian (obat) corona sejak 2000,” ujar Pratama kepada Katadata.co.id, Rabu (5/8).

Ketiga, ia mengimbau kepada influencer yang telanjur menyebarluaskan konten hoaks atau disinformasi, untuk membuat klarifikasi.

Jika bersalah, pembuat konten dapat dikenakan Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku bisa dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

Hal senada disampaikan oleh Peneliti Keamanan Siber dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi. YouTuber perlu meriset latar belakang narasumber dan konten yang akan disajikan.

Sedangkan Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom Alfons Tanujaya menilai, YouTuber bisa saja menyajikan konten hoaks atau disinformasi untuk mendongkrak popularitas. Maka, hal keempat yang harus dicermati yakni sikap bertanggung jawab.

"YouTuber perlu evaluasi dan memiliki tanggung jawab sosial yang baik (terkait kontennya). Jangan berharap menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan follower atau like," ujar Alfons.

Ia menilai, influenfer maupun YouTuber yang menyebarkan kabar bohong sehingga menimbulkan kegaduahn juga perlu dihukum. Ini untuk memberikan efek jera kepada kreator lainnya.

Di satu sisi, masyarakat juga harus memverifikasi hal-hal yang disampaikan dalam konten YouTuber. Apalagi, berdasarkan studi Koalisi warga LaporCovid-19 bersama Social Resilience Lab, NTU, sebagian warga DKI Jakarta percaya bahwa corona sengaja dibuat oleh manusia.

Sebanyak 58% dari total 154.471 responden ragu bahwa virus corona merupakan buatan manusia. Hanya 23% yang yakin betul bahwa teori ini salah.

Yang menarik, mereka yang yakin bahwa virus corona merupakan buatan manusia, lebih percaya selebritas atau influencer ketimbang dokter dan pemerintah. Porsinya 24,46%.

Sedangkan yang percaya dokter, hanya 16% yang yakin bahwa virus itu buatan manusia. Lalu, hanya 16,42% dari yang mempercayai pemerintah, yakin jika virus penyebab Covid-19 sengaja dibuat manusia.

“Data itu mengkhawatirkan,” kata Sosiolog Bencana sekaligus Associate Professor Nanyang Technological University (NTU), Singapura Sulfikar Amir saat mengikuti webinar LaporCovid-19, bulan lalu (5/7).

Dengan persepsi ini, ia khawatir masyarakat tak berhati-hati akan risiko terpapar corona. Apalagi, kasus positif virus corona di Indonesia terus meningkat, sebagaimana tecermin pada Databoks di bawah ini:

Reporter: Cindy Mutia Annur

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...