DPR Minta MK Tolak Gugatan RCTI soal Netflix, tapi Revisi UU Penyiaran

Fahmi Ahmad Burhan
15 September 2020, 11:08
DPR Minta MK Tolak Gugatan RCTI soal Netflix, tapi Revisi UU Penyiaran
123RF.com/Charnsit Ramyarupa
Ilustrasi Netflix

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai, Undang-undang atau UU Penyiaran perlu direvisi. Namun DPR meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi (judicial review) yang diajukan oleh RCTI dan iNews terkait platform video seperti YouTube dan Netflix.

Kedua perusahaan itu meminta agar perusahaan penyedia layanan streaming film dan video on demand (VoD) tunduk pada UU Penyiaran. Keduanya khawatir ada konten pada layanan digital yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Anggota Komisi I DPR dari fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai, UU Penyiaran memang perlu mengatur penggunaan frekuensi untuk perusahaan digital seperti YouTube dan Netflix. Namun definisinya harus dibedakan dengan korporasi konvensional.

“Prinsipnya, apapun bentuk media atau platform-nya harus diawasi selama kontennya penyiaran,” kata Bobby kepada Katadata.co.id, Senin (14/9).

Oleh karena itu, lembaga mana yang mengawasi perlu diatur dalam UU Penyiaran. "Kelembagaan, aspek hukum komersial, dan wewenang kelembagaan yang berkaitan diatur di revisi itu," kata Bobby.

Sedangkan Anggota Komisi III dari fraksi Gerindra, Habiburokhman berharap MK menolak gugatan yang diajukan RCTI dan iNews. "Kami memohon agar yang mulia Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan menolak permohonan aquo keseluruhan dan menerima keterangan DPR keseluruhan," kata dia dalam sidang MK, kemarin.

DPR menilai bahwa pemohon, yakni RCTI dan iNews, berpandangan adanya perbedaan perlakuan antara lembaga penyiaran konvensional dengan perusahaan digital seperti YouTube dan Netflix. Hal ini lantas dianggap merugikan kedua perusahaan.

Selain itu, DPR menilai keduanya menganggap UU Penyiaran bersifat ambigu dan tidak memberikan kepastian hukum.

Habiburokhman mengatakan, pandangan itu merupakan asumsi pemohon. RCTI dan iNews juga tidak memerinci kerugian, sehingga tak dapat membuktikan pengaruh perusahaan digital terhadap kinerja perusahaan.

"Sudah dapat dipastikan tidak ada kerugian hak konstitusional," kata Habiburokhman.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...