Tencent, TikTok, Zoom Pilih Investasi di Singapura Ketimbang Indonesia
Raksasa teknologi asal Tiongkok, Tencent Holdings berencana mengembangkan pusat regional untuk Asia Tenggara di Singapura. Pengembang aplikasi TikTok, ByteDance dan Zoom pun memilih negeri jiran ini ketimbang Indonesia.
Sumber Reuters yang mengetahui rencana itu mengatakan, Tencent akan mengembangkan pusat bisnis yang komprehensif di Singapura. Fasilitas ini bakal digunakan untuk pengembangan gim online seperti PUBG Mobile.
Langkah itu ditempuh ketika PUBG Mobile dilarang beroperasi di India. Selain itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan memblokir aplikasi percakapan besutan Tencent, WeChat.
"Kami memandang keputusan Tencent sebagai langkah yang diperlukan untuk memperluas penawaran layanan perusahaannya ke pasar baru," kata Analis China Renaissance Alex Liu dikutip dari Reuters, Selasa (15/9).
Tencent memiliki beberapa investasi minoritas di Asia Tenggara, salah satunya di induk Shopee, Sea Ltd. Selain itu, raksasa teknologi ini menanamkan modalnya di Gojek.
Perusahaan teknologi asal Tiongkok lainnya, ByteDance juga berencana menjadikan Singapura sebagai pusat pengembangan bisnis untuk ekspansi global. Induk TikTok ini akan menghabiskan beberapa miliar dolar AS dan menambah ratusan pekerjaan selama tiga tahun ke depan di Negeri Singa.
Bahkan, ByteDance mengajukan izin untuk operasional bank digital di negeri jiran itu. Perusahaan ini juga tertekan oleh sanksi Trump.
Dikutip dari Straits Times, pendiri ByteDance Zhang Yiming telah lama mengamati potensi pasar Asia Tenggara, dengan 650 juta penduduk yang mulai melek internet. Perusahaan pun berencana membangun pusat data di Singapura.
Bulan lalu, pengembang aplikasi rapat virtual Zoom juga membuka pusat data baru di Singapura. Ini dilakukan di saat keamanan data pengguna Zoom diragukan.
Head of International Zoom Abe Smith mengatakan, pengguna layanan gratis Zoom di negeri jiran itu melonjak 65 kali lipat. Sedangkan konsumen berbayar jumlahnya meningkat tiga kali lipat sejak Januari hingga Agustus.
Perusahaan teknologi asal AS, Facebook juga menggelontorkan dana US$ 1 miliar untuk membangun pusat data di Singapura pada 2018. Fasilitas ini diprediksi mulai beroperasi pada 2022.
Begitu juga Google yang mengalokasikan US$ 850 juta untuk membangun pusat data di Singapura. Pusat data ini untuk pengembangan bisnis e-commerce dan komputasi awan (cloud computing).
Banyak perusahaan teknologi yang membangun pusat datanya di Singapura. Padahal berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain bertajuk e-Conomy SEA 2019, nilai ekonomi berbasis digital Indonesia diperkirakan US$ 133 juta pada 2025.
Indonesia berkontribusi besar terhadap nilai ekonomi digital di Asia Tenggara yang diproyeksikan US$ 300 juta pada 2025.
Proyeksi atas nilai ekonomi tersebut menghitung transaksi (gross merchandise value/GMV) dari lima sektor, yakni e-commerce, berbagi tumpangan (ride-hailing), online media, online travel agent, dan layanan finansial.
Meski begitu, perusahaan teknologi lebih memilih berinvestasi langsung di Singapura. Wakil Presiden Infrastruktur Pusat Data Facebook Thomas Furlong mengatakan, perusahaan memilih negara ini karena infrastrukturnya memadai.
Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dan regulasi yang memudahkan dalam berbisnis. "Pusat data tidak spesifik di negara mana tempat pengguna berada," kata dia.
Berbagai inisiatif juga dilakukan pemerintah Singapura untuk mempercepat pengembangan ekonomi digital. Mereka sedang menyiapkan perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) bidang ekonomi digital, terutama soal pemanfaatan data.
Pemerintahnya juga membentuk ekosistem yang mendukung perusahaan rintisian atau startup dengan memberikan akreditasi, mencakup urusan teknis, finansial, dan operasional. Ini karena Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berkontribusi hampir 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura.