‘Senjata’ Shopee Geser Posisi Tokopedia saat Pandemi Corona

Desy Setyowati
17 September 2020, 18:30
belanja online, e-commerce, pandemi corona, Shopee, virus corona
123rf/ llesia
Ilustrasi ecommerce

Layanan e-commerce menjadi alternatif konsumen untuk berbelanja di tengah pandemi corona. Di tengah tingginya permintaan layanan, perusahaan asal Singapura Shopee menggeser posisi Tokopedia dari sisi jumlah kunjungan ke platform.

Berdasarkan data iPrice, jumlah kunjungan per bulan ke platform Shopee di Indonesia melampaui Tokopedia sejak kuartal akhir tahun lalu. Padahal, Tokopedia memimpin sepanjang 2019.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menilai, kesamaan konsumen antargenerasi di Indonesia yakni rasional terhadap harga. Mereka akan membandingkan harga dan diskon yang didapat.

Hal-hal yang diperhatikan yakni harga produk, ongkos kirim hingga promosi seperti uang kembali (cashback). “Shopee ini sangat gencar promosi. Diskon ongkos kirim dan cashback menjadi strategi andalan,” kata Nailul kepada Katadata.co.id, Kamis (17/9).

Selain itu, konsumen di Tanah Air mulai menyoroti keamanan transaksi di tengah banyaknya kasus penipuan. Oleh karena itu, sebagian pelanggan memilih berbelanja di toko resmi di platform e-commerce.

Semakin banyak toko resmi yang tersedia di satu platform, maka jumlah kunjungan bisa meningkat.

Head of Hi-Tech, Property, and Consumer Goods Industry MarkPlus, Inc Resha Dwi Prabowo sepakat bahwa promosi menjadi alasan konsumen berkunjung ke platform e-commerce dan bertransaksi. Selain itu, “keamanan dan kenyamanan saat menggunakan layanan,” kata dia saat konferensi pers virtual.

Berdasarkan survei MarkPlus terhadap 500 responden selama Juli-September, sebagian besar memilih Shopee dan Tokopedia selama pandemi Covid-19. Penyebabnya, kedua perusahaan menawarkan sejumlah promosi.

Namun Marketing Science Lead Facebook Indonesia Adisti Latief menilai, bukan hanya promosi yang menjadi daya tarik. Saat pandemi virus corona, perilaku konsumen berubah dari terencana menjadi mencari-cari barang yang ingin dibeli di platform, atau dikenal dengan istilah ‘discovery led’.

“Jadi, perspektif perusahaan untuk selalu bisa ditemukan oleh konsumen, itu penting,” kata Adisti saat konferensi pers virtual. “Yang bisa menggaet generasi ‘discovery led’ itu yang bisa menguasai (pasar), selain promosi.”

Salah satu produk yang diminati pelanggan di e-commerce saat pandemi corona, yakni bahan pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), belanja bahan pokok meningkat di masa pagebluk sebagaimana Databoks di bawah ini:

Berdasarkan studi terbaru Facebook dan Bain & Company berjudul ‘Digital Consumers of Tomorrow, Here Today’ yang dirilis bulan lalu, sekitar 35-43% konsumen digital di Asia Tenggara membeli bahan makanan kemasan, bahan makanan segar, dan minuman non-alkohol.

Konsumen yang membeli bahan makanan secara online meningkat hingga 8,4 kali selama April-Juni. Sedangkan Shopee meluncurkan Shopee Food dengan 500 lebih pedagang di Jakarta, yang menjajakan bahan pangan hingga makanan siap saji pada April lalu.

Selain itu, Shopee menggelar kampanye promosi setiap bulannya, sejak Februari lalu. Nama program juga disesuaikan dengan waktu dan barang yang dipromosikan, seperi 2.2 Men Sale, 3.3 Fashion Sale hingga yang terbaru 10.10 Brands Festival.

Tokopedia juga mengadakan beberapa promosi seperti Waktu Indonesia Belanja pada bulan lalu.

Dengan banyaknya promosi, jumlah pesanan bruto yang masuk ke platform Shopee tumbuh 150,1% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 615,9 juta pada kuartal II.

Nilai transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) pun meningkat 109,9% yoy menjadi US$ 8 miliar atau Rp 118,8 triliun. Transaksi ini berdasarkan operasional Shopee di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Taiwan, dan Brasil.

Di Tanah Air, pesanannya lebih dari 260 juta selama April-Juni. Transaksi per hari rata-rata 2,8 juta lebih, meningkat 130% yoy.

Meski transaksinya melonjak, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA Shopee yang disesuaikan negatif US$ 305,5 juta. Kerugian ini meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu, yang hanya US$ 248,3 juta.

Namun kerugian EBITDA yang disesuaikan per pesanan turun 50,5% yoy menjadi US$ 0,5.

Sedangkan Tokopedia merupakan perusahaan tertutup, sehingga data terkait transaksi maupun pendapatan tidak tersedia untuk publik. Namun CEO Tokopedia William Tanuwijaya sempat menyampaikan, perusahaan memperkirakan GMV tembus Rp 222 triliun pada tahun lalu.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja menilai, Shopee memiliki fondasi yang kuat dengan luasnya pasar yang digarap. “Shopee memiliki keunikan sebagai pemain di ASEAN, sementara Tokopedia dan Bukalapak masih berfokus kepada segmen pasar di Indonesia,” kata dia kepada Katadata.co.id.

Berdasarkan data Cuponation, Tokopedia menduduki posisi pertama dengan 1,2 miliar kunjungan ke platform sepanjang tahun lalu. Sedangkan Shopee di urutan kedua dengan 837,1 juta kunjungan.

Kini, berdasarkan data iPrice, Shopee menduduki peringkat teratas pada kuartal I dan II. Katadata.co.id sudah menghubungi Shopee terkait strategi mendongkrak kunjungan ke platform. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini diturunkan.

Peringkat Shopee naik di tengah melonjaknya jumlah konsumen digital di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jumlahnya diperkirakan 310 juta pada akhir tahun ini.

Padahal, Facebook dan Bain & Company sebelumnya memproyeksikan angka itu baru akan tercapai pada 2025. Ini artinya, hampir 70% konsumen di Asia Tenggara akan beralih ke digital pada akhir tahun.

Sedangkan di Indonesia, jumlahnya diperkirakan naik dari 119 juta tahun lalu menjadi 137 juta. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.

Sejalan dengan hal itu, tingkat penggunaan layanan e-commerce pun melonjak sebagaimana Databoks di bawah ini:

Nilai transaksi belanja online di Asia Tenggara diproyeksikan melonjak menjadi US$ 147 miliar pada 2025. Angka ini meningkat dibandingkan prediksi awal yang hanya US$ 120 miliar.

Sedangkan nilai transaksi di Indonesia diperkirakan hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini juga melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.

Berdasarkan riset Facebook dan Bain & Company itu, konsumen digital Asia Tenggara selalu terbuka untuk mencoba merek baru. “Kami mencermati jenis merek yang dibeli konsumen. Hasilnya, mereka menunjukkan preferensi yang kuat terhadap merek tepercaya dan mapan,” demikian dikutip.

Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...