Jalan Terjal Indonesia Mengadopsi Teknologi 5G dalam Tiga Tahun

Desy Setyowati
29 September 2020, 15:00
ponsel 5g, infrastruktur, Kominfo, smartphone, internet, 5g,
Thampapon Otavorn/123rf
Ilustrasi infrastruktur

Perusahaan riset Canalys memperkirakan ponsel 5G menguasai setengah dari pasar smartphone global pada 2023. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum dapat menjamin jaringan internet generasi kelima tersedia dalam tiga tahun, seiring dengan berbagai tantangan yang dihadapi.

“Itu tergantung kesiapan banyak hal seperti ekosistem, penggunaan (usecase) dan monetisasi, frekuensi, dan lainnya,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ismail kepada Katadata.co.id, Selasa (29/9).

Advertisement

Ia menyebutkan, ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam pengembangan 5G di Indonesia. Pertama, fiberisasi kabel atau upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber.

Untuk itu, perangkat BTS harus diperbarui. Selain itu, peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) pada kabel diubah menjadi fiber optik.

Tanpa fiberisasi, kecepatan internet dengan penerapan 5G tidak akan maksimal. “Akan terjadi perlambatan atau bottlenecking di jaringan masing-masing operator, sehingga masyarakat tidak memperoleh manfaat 5G secara maksimal,” katanya.

Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dari penerapan 2G hingga 4G. Oleh karena, infrastruktur termasuk jaringan fiber ingin dipersiapkan terlebih dulu sebelum menerapkan 5G. “Fiberisasi ini isu krusial,” kata dia.

Kedua, harmonisasi regulasi dengan pemerintah daerah (pemda). Utamanya, untuk memberikan kemudahan dan fleksibilitas lebih kepada operator telekomunikasi dalam mengakses tiang, saluran, dan gedung saat membangun jaringan 5G.

Ketiga, frekuensi. Ada tiga spektrum yang dikaji yakni 700 Mhz, 2,6 Ghz, dan 3,5 Ghz.

Frekuensi 700 Mhz dipakai untuk televisi analog. Kementerian mendorong migrasi televisi analog ke digital dalam dua tahun ke depan, supaya penyiarannya menggunakan 112 Mhz.

Lalu 2,6 Ghz digunakan untuk BSS atau radio, sementara 3,5 Ghz untuk FSS atau satelit tetap. Kementerian beberapa kali menguji coba penggunaan 3,5 Ghz untuk 5G, dan hasilnya tidak mengganggu satelit.

Meski begitu, Kominfo akan menguji coba secara konsisten penggunaan 3,5 Ghz untuk 5G awal bulan depan. Pengujian dilakukan sekitar tiga minggu di Telkom University dan ITB.

Kementerian akan melibatkan semua operator seluler dan operator satelit untuk proses uji coba tersebut.

Keempat, mengkaji ekosistem yang tepat untuk menggunakan 5G, salah satunya di kawasan industri. Selain itu, kementerian mengkaji banyak tidaknya perangkat seperti ponsel atau laptop yang menggunakan 5G.

Pengkajian ekosistem diperlukan agar biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi menjadi lebih murah.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan bahwa biaya untuk fiberisasi sangat besar. “Oleh sebab itu, kolaborasi antara operator seluler dengan penyelenggara jaringan fiber optik merupakan jalan yang harus segera dilaksanakan,” kata dia kepada Katadata.co.id.

Berdasarkan catatan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kominfo, fiber optik pada palapa ring mencapai 12.245 kilometer (km) dan Telkom 155 ribu km di seluruh Indonesia. Sedangkan Icon+ memiliki 69 ribu km di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kemudian Moratel 30 ribu km, Biznet 21 ribu km, dan FiberStar 3.400 km di Jawa, Bali, dan Sumatera. PGN Com mempunyai 4 ribu km di Sumatera dan Jakarta. Lalu Lintasarta yang fiber optiknya menjangkau 200 kota di Indonesia.

Group Head Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan, perusahaan telah melakukan fiberisasi Base Transceiver Station (BTS) sejak 2018. Hingga akhir 2019, setengah dari total 130 ribu BTS sudah difiberisasi. Sekitar 40 ribu di antaranya 4G.

XL Axiata juga berinvestasi mulai dari transmisi, pengalur jaringan (backhaul), dan modernisasi jaringan. Namun terkendala perizinan di daerah terkait fiberisasi BTS. "Perlu sinkronisasi regulasi antara pemerintah pusat dan pemda," kata Tri kepada Katadata.co.id, Februari lalu (7/2).

Selain itu, perusahaan berharap ada insentif bagi operator yang memodernisasi jaringannya.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia Danny Buldansyah. Salah satu persoalan yang dihadapi operator untuk membangun backhaul bukan pada investasi atau operasional pembangunannya, melainkan perizinan di daerah.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan, Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement