OJK Soroti Sisi Keamanan dari Lonjakan Transaksi Digital saat Pandemi

Fahmi Ahmad Burhan
9 Oktober 2020, 10:00
OJK Soroti Sisi Keamanan dari Lonjakan Transaksi Digital saat Pandemi
ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww.
Ilustrasi, penjaga loket menunjukan kode pembayaran digital di pintu masuk objek wisata alam Lombongo, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Minggu (12/7/2020).

Transaksi menggunakan layanan digital melonjak saat pandemi corona. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti risiko keamanannya, mengingat literasi keuangan dan digital di Indonesia masih rendah.

Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menyebutkan, transaksi menggunakan layanan bank berbasis aplikasi atau mobile banking mencapai 2,4 miliar per hari pada tahun lalu. Jumlahnya meningkat saat pandemi virus corona.

Advertisement

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), transaksi digital meningkat 37,8% dibandingkan sebelum adanya pandemi Covid-19. Penggunaan uang elektronik naik 65%, sementara ATM, kartu debit dan kredit turun sekitar 18,9%.

"Di era pandemi akselerasinya menjadi semakin cepat," kata Anung dalam Serial Webinar Nasional bertajuk Semangat Bulan Inklusi Finansial: Aman dan Nyaman Bertransaksi Online, kemarin (8/10).

Peningkatan itu sejalan dengan inklusi keuangan yang mencapai 76,19%, jauh melebihi literasinya yang hanya 38,03%. “Sebanyak 97% transaksi perbankan dilakukan di luar kantor,” ujar dia.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016, inklusi adalah setiap anggota masyarakat yang mempunyai akses terhadap berbagai layanan keuangan. Sedangkan literasi ialah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku dalam mengambil keputusan dan mengelola keuangan.

Inklusi yang jauh melebihi literasinya itu menunjukkan bahwa pemahaman sebagian pengguna layanan keuangan minim.

Di satu sisi, literasi digital masyarakat Indonesia juga minim. Berdasarkan Global World Digital Competitiveness Index yang dirilis oleh Institute for Management Development (IMD), literasi digital Indonesia menempati urutan 56 dari 63 negara.

Oleh karena itu, ia menyoroti risiko keamanan yang mungkin timbul dari melonjaknya transaksi non-tunai di saat literasi keuangan dan digital masyarakatnya rendah. “Ada isu terkait aspek keamanan siber," kata Anung.

Ia mengatakan, kejahatan siber termasuk pada transaksi digital meningkat selama pandemi corona. Pusat Operasi Kemananan Siber Nasional (Pusopskamsinas) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, ada 88,4 juta serangan siber selama Januari hingga medio April. Bahkan, kasusnya mencapai 3,34 juta per hari pada 12 Maret.

Data Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri juga menerima 649 laporan terkait penipuan online per September. Kemudian, ada laporan terkait akses ilegal (138 laporan), manipulasi data (71), dan pencurian data pribadi (39).

Berdasarkan laporan The International Criminal Police Organization (Interpol) 2020, Asia Tenggara menjadi sasaran penjahat siber yang beroperasi dengan cara menipu dan mengelabui korban, atau phishing. Indonesia menjadi target utama pelaku penipuan.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement