Tren Keamanan Biometrik: ShopeePay, Gojek, Grab Pakai Fitur Sidik Jari

Fahmi Ahmad Burhan
26 Oktober 2020, 14:36
Tren Keamanan Biometrik: ShopeePay, Gojek, Grab Pakai Fitur Sidik Jari
123RF.com/rawpixel
Ilustrasi keamanan internet

Perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran, ShopeePay meluncurkan fitur keamanan berbasis biometrik yakni rekognisi wajah dan sidik jari. Ini lebih dulu diterapkan oleh Gojek dan Grab.

Pakar keamanan siber di Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, fitur tersebut meningkatkan pengamanan platform digital. Akan tetapi, “ini akan efektif asalkan metode pengamanan seperti kode One-Time Password (OTP) dan SMS dijaga dengan baik dan data tidak bocor," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (26/10).

Advertisement

Oleh karena itu, pengguna perlu diedukasi terkait pentingnya menjaga data pribadi. “Kalau penipu memanfaatkan modus rekayasa sosial, tetap saja ada peretasan (jika konsumen lengah),” ujar dia.

Sedangkan peneliti keamanan siber dari Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, adopsi fitur biometrik menunjukkan peningkatan standar keamanan. Namun, data rekognisi wajah dan sidik jari perlu dijaga.

“Data itu tersimpan di setiap gawai pengguna. Apakah perlu diunggah ke server platform? Mungkin berbeda di masing-masing perusahaan, kata Pratama kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (22/10). "Jangan sampai data tersebut malah bocor."

Fitur biometrik juga menggunakan algoritme yang dapat mengenali kebiasaan pengguna, sehingga wajib diamankan. "Data ini dipakai sebagai kata sandi atau password, jadi wajib dienkripsi," ujarnya.

Selain itu, ia sepakat bahwa pengguna perlu diedukasi terkait keamanan data pribadi. "Ini karena praktik penipuan dengan rekayasa sosial masih cukup besar di Tanah Air," ujar dia. 

Berdasarkan riset perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Microsoft, modus pelaku kejahatan siber semakin canggih dalam setahun terakhir. Tekniknya bersifat oportunis, menyesuaikan tema umpan dengan perhatian masyarakat dunia seperti mengirimkan tautan bertajuk pandemi corona.

Pelaku mulai beralih dari malware ke serangan dengan rekayasa sosial, seperti penipuan atau phising. Beberapa dari mereka mengirim email dengan tampilan yang meniru merek terkenal seperti Amazon, Apple, dan Zoom.

Oleh karena itu, Microsoft menilai perusahaan harus memperhatikan keamanan aplikasi dari titik akhir (end point), jaringan (network), hingga para pengguna (user). "Teknologi keamanan pada dasarnya dapat meningkatkan produktivitas dan kolaborasi melalui pengalaman pengguna yang aman dan inklusif," kata Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee dikutip dari siaran pers, akhir pekan lalu (23/10).

Sedangkan laporan The International Criminal Police Organization (Interpol) pada 2020 menunjukkan, Asia Tenggara menjadi sasaran penjahat siber dengan modus rekayasa sosial, atau dikenal juga dengan manipulasi psikologis (magis). Kepolisian pun mencatat, ada 649 laporan terkait penipuan online sejak awal tahun.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement