Wajah Baru E-Commerce RI di Tengah Serbuan Raksasa Teknologi Dunia

Desy Setyowati
26 Oktober 2020, 14:20
teknologi, Facebook, decacorn, Gojek, e-commerce, unicorn, Tokopedia, Bukalapak,
sentavio/123RF
Ilustrasi. Persaingan e-commerce makin ketat dengan rencana Google dan Facebook merambah perdagangan online.

Raksasa teknologi global seperti Facebook hingga decacorn Gojek mulai merambah sektor perdagangan online Tanah Air. Meski begitu, e-commerce unicorn seperti Tokopedia dan Bukalapak memiliki strategi tersendiri di tengah ketatnya persaingan.

Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, kehadiran pemain asing di Indonesia bukan hal yang baru. Ketika East Ventures memberikan pendanaan pertama kepada Tokopedia pada 2010 misalnya, eBay sudah hadir di Tanah Air.

Advertisement

Kemudian, Multiply, Rakuten, Lazada dan Shopee menyusul masuk ke Nusantara. “Tetapi e-commerce itu terus berubah sesuai dengan struktur demografi pengguna dan kematangan ekosistemnya, sehingga yang bertahan hanyalah yang bisa beradaptasi dengan cepat,” kata Willson kepada Katadata.co.id, Senin (26/10).

Ia melihat, Tokopedia dan Bukalapak masih bertahan dengan terus beradaptasi dan dibantu oleh kearifan lokal. Berdasarkan data iPrice, kedua unicorn nasional ini pun masih menempati posisi tiga teratas dari sisi jumlah kunjungan setiap bulannya per kuartal III. Sedangkan data per kuartal I dapat dilihat pada Databoks berikut:

iPrice juga mencatat, jumlah kunjungan ke platform e-commerce masih didominasi pemain lokal yakni 55% pada kuartal II. Namun, jumlahnya terus menurun dibandingkan kuartal I 57% dan kuartal III 2019 61%.

Di satu sisi, Willson melihat potensi layanan online to offline (O2O) seperti yang dikembangkan oleh Bukalapak dan Tokopedia melalui mitra warungnya, cukup potensial. “Layanan ini berkembang pesat juga karena perubahan struktur ekosistem digital Indonesia,” kata dia.

Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA, biaya akuisisi konsumen alias customer acquisition costs (CACs) melalui mitra warung US$ 2 per pelanggan atau hanya 10-20% dibandingkan cara umum. Selain itu, layanan O2O berkontribusi 10% terhadap total pengguna baru di e-commerce.

Sedangkan riset Euromonitor International 2018 menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina lebih suka berbelanja di toko kelontong, sebagaimana tecermin pada Databoks berikut:

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, pasar perdagangan online di Indonesia masih sangat besar. Riset Google, Temasek dan Bain and Company bertajuk e-Conomy SEA 2019 pun memperkirakan, nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) e-commerce di Indonesia US$ 20,9 miliar pada 2019, sebagaimana tertera pada Databoks di bawah ini:

Akan tetapi, konsumen di Indonesia sangat sensitif terhadap harga, sehingga e-commerce butuh dana besar untuk memberikan promosi. Selain itu, perlu memperkuat platform dari sisi suplai produk, tampilan hingga logistik.

Oleh karena itu, menurutnya merger dan akuisisi di sektor e-commerce akan mulai terjadi di tahun ini. “Arah kedepan sepertinya menuju konsolidasi antarpemain,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, Senin (26/10). “Tahun ini sudah mulai, karena hanya yang modalnya besar yang bisa terus ‘bakar uang’.”

Hal senada disampaikan oleh Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo. “Merger dan akuisisi, konsolidasi industri akan semakin marak,” kata dia kepada Katadata.co.id. Ini karena perusahaan akan mulai meningkatkan efisiensi rantai pasokan.

Pada tahun ini,  Blanja.com milik Telkom Grup, Sorabel, dan Stoqo justru tutup ketika layanan e-commerce semakin diminati saat pandemi corona. Tingginya peminat dapat dilihat pada Databoks berikut:

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait mengatakan bahwa penyebab startup yang menutup layanan padahal tengah diminati yakni kompetisi. “Saat bertarung, ujungnya pasti soal harga,” kata dia kepada Katadata.co.id, Agustus lalu (5/8).

Raksasa Teknologi Global dan Gojek Masuk E-Commerce

Di tengah tingginya peminat, raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google dan Tiongkok, TikTok mulai mengembangkan fitur belanja online. Gojek dikabarkan bakal meluncurkan layanan social commerce melalui Moka yang diberi nama GoStore.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement