Pendanaan Turun, Unicorn di Asia Tenggara Semakin Mengejar Untung

Desy Setyowati
10 November 2020, 12:34
Pendanaan Turun, Para Unicorn Asia Tenggara Semakin Kejar Profit
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
Ilustrasi, karyawan menghitung uang dolar di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Jakarta, Senin (18/5/2020).

Perusahaan investasi Singapura, Temasek Holdings mencatat, pendanaan ke para unicorn Asia Tenggara terus menurun sejak tahun lalu.  Startup dengan valuasi jumbo pun didorong untuk mencatatkan keuntungan.

Setidaknya ada 12 unicorn dan decacorn di regional, yakni Bigo, BukalapakGojekGrab, Lazada, Razer, OVO, Sea Group, TravelokaTokopedia, VNG, dan VNPay. Unicorn adalah startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar, sementara decacorn US$ 10 miliar lebih.

Advertisement

Berdasarkan laporan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2020, startup jumbo ini mendapatkan dana segar total US$ 8,7 miliar. Nilainya menurun menjadi US$ 5,6 miliar pada tahun lalu.

Sedangkan sepanjang semester I tahun ini hanya US$ 3 miliar. Putaran pendanaan seri C dan D juga menurun dari 19 pada paruh pertama 2019 menjadi 17.

“Mengamankan pendanaan dalam waktu dekat kemungkinan akan semakin sulit karena investor menghindari bisnis yang menghabiskan banyak uang,” kata Chief Investment Strategist and Head, South East Asia, Temasek Rohit Sipahimalani dikutip dari siaran resminya, Selasa (10/11). “Jalan menuju profitabilitas telah dimulai dengan sungguh-sungguh.”

Rohit mengatakan, ‘bakar uang’ untuk mendongkrak volume transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) atau menggaet pelanggan tidak masalah. “Tetapi yang lebih penting sekarang yakni melihat kualitas GMV dan pelanggan, apakah ini berkelanjutan. Pada akhirnya dapat diaplikasikan ke dalam model bisnis yang menguntungkan jangka panjang,” ujarnya.

Ia menilai, para unicorn dan decacorn perlu memfokuskan kembali bisnis inti mereka untuk memastikan berada di jalur yang tepat menuju profitabilitas. Rohit mencatat, beberapa di antaranya berfokus pada layanan pembayaran digital.

Sektor itu memang tumbuh cepat saat pandemi corona, termasuk di Indonesia, sebagaimana Databoks berikut:

Rohit mengatakan, unicorn di Asia Tenggara berpartisipasi di seluruh spektrum layanan keuangan digital. “Kesuksesan mereka akan bergantung pada kemampuan untuk merampingkan bisnis inti agar berfokus pada profitabilitas, dan akses ke pendanaan berkelanjutan,” katanya.

Di tengah pandemi virus corona, Gojek dan Grab menyatakan bisnisnya pulih ditopang oleh pesan-antar makanan GoFood dan GrabFood. Selain itu, keduanya merambah layanan restoran berbasis komputasi awan (cloud kitchen).

Pada Oktober lalu, Presiden Grab Ming Maa mengatakan bahwa bisnis perusahaan hampir pulih ke tingkat sebelum adanya virus corona. Salah satu penopangnya yakni jasa pesan-antar makanan, yang menyumbang 50% lebih ke pendapatan.

"Pemulihan bisnis kami terus berlanjut, dengan pendapatan grup pada kuartal III naik lebih dari 95% dibandingkan posisi sebelum adanya Covid-19," kata Presiden Grab Ming Maa dalam pembaruan buletin tentang bisnis perusahaan yang dikirim melalui email, dikutip dari Reuters, Oktober lalu (22/10).

Data itu diamini oleh juru bicara Grab Indonesia, tetapi tidak diperinci peningkatan bisnis untuk masing-masing layanan.

Dengan peningkatan tersebut, valuasi Grab juga disebut-sebut naik dari US$ 14 miliar menjadi US$ 15 miliar lebih.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement