Vietnam Lawan Tangguh Indonesia untuk Meraih Investasi Startup
Vietnam berhasil merebut investasi di sektor manufaktur dari perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS). Kini, Indonesia bersaing lagi dengan Negara Naga Biru untuk mendapatkan dana segar bagi startup.
Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk e-Conomy 2020, pendanaan ke startup Indonesia US$ 2,8 miliar per semester I. Sedangkan Vietnam hanya US$ 327 juta.
Meski dari sisi nilai lebih kecil dibandingkan Nusantara, pertumbuhan pendanaan ke perusahaan rintisan Vietnam jauh lebih tinggi. Kucuran dana ke startup Indonesia turun dari US$ 3,8 miliar pada 2018 menjadi US$ 3,2 miliar tahun lalu. Pada periode yang sama, investasi ke Vietnam melonjak dari US$ 351 juta menjadi US$ 935 juta.
Bahkan, sudah ada 33 komitmen pendanaan kepada startup Vietnam total US$ 815 juta hingga 2025, dalam Vietnam Ventures Summit 2020 pada Rabu (25/11). Nilainya melonjak dibandingkan pegelaran yang sama tahun lalu US$ 415 juta.
“Vietnam diidentifikasi sebagai pasar pertumbuhan berikutnya untuk investasi teknologi setelah Indonesia,” demikian dikutip dari Tech In Asia, Kamis (26/11). Penanam modal asing yang aktif berinvestasi di negara ini seperti CyberAgent Capital, AlphaJWC, Monk’s Hill Ventures, 500 Startups, Beenext, Smilegate Investment, dan Access Ventures.
Pertumbuhan ekonomi digital Vietnam diperkirakan 16% dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy), sementara Indonesia 11%. “Keduanya yang terkuat di Asia Tenggara,” kata Partner and Leader, Bain and Company’s Southeast Asia Private Equity Practice Alessandro Cannarsi dalam acara virtual pemaparan e-Conomy 2020, Selasa (24/11) lalu.
Pertumbuhan di Malaysia, Filipina, dan Thailand sekitar 6-7%. Sedangkan Singapura turun 24% menjadi US$ 9 miliar tahun ini, terutama karena sektor pariwisata atau online travel.
Meski begitu, sektor ekonomi digital di Vietnam hampir seluruhnya tumbuh positif. Online travel turun, tetapi hanya -28%. Sedangkan di Indonesia ada dua sektor yang tumbuh negatif, yakni online travel -68%, serta berbagi tumpangan dan pesan-antar makanan -18%.
Meskipun, secara nilai transaksi atau gross merchandise value (GMV), Indonesia lebih tinggi dibandingkan Vietnam. Angkanya tertera pada bagan di bawah ini:
Hal itu terjadi karena kasus positif virus corona di Vietnam hanya 1.321. Sedangkan Indonesia 511.836 per Rabu (25/11).
Kondisi tersebut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Sejak kuartal I hingga III, perekonomian Vietnam tumbuh positif 3,68%, 0,36%, 2,62% secara berturut-turut. Sedangkan Indonesia 2,97%, -5,32%, -3,49%.
Perekonomian Vietnam terbukti tangguh selama pandemi virus corona. Berdasarkan Survei Sentimen Investor DealStreetAsia terhadap sejumlah manajer investasi Asia Tenggara menunjukkan, lebih dari 30% menilai Negara Naga Biru sebagai pasar paling menarik pada tahun ini dan 2021.
Berdasarkan survei Do Ventures terhadap 50 perusahaan investasi, Vietnam menjadi tujuan utama penanaman modal dalam setahun ke depan. DoVentures merupakan modal ventura yang berbasis di Vietnam.
Modal ventura yang disurvei berencana menggelar 117 hingga 200 transaksi dalam 12 bulan ke depan. “Hampir 80% investor telah merencanakan untuk melakukan satu sampai lima kesepakatan,” kata Co-founder Do Ventures Vy Le dalam wawancara khusus dengan reporter Kr-Asia Ursula Florene, dikutip Oktober lalu (10/10).
Selain karena makro ekonomi, masyarakat di Negara Naga Biru beralih ke layanan digital. “Kami memperkirakan munculnya model bisnis baru di bidang pendidikan, kesehatan, dan layanan keuangan dalam beberapa bulan mendatang,” kata dia. “Ada banyak dry powder (modal tersedia) untuk disalurkan dan banyak investor mencari bisnis baru.”
Perubahan kebiasaan masyarakat ke layanan digital di Vietnam mirip dengan Indonesia. Angkanya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Berdasarkan data Statista, pengguna ponsel pintar (smartphone) di Negara Naga Biru diperkirakan 38,44 juta pada tahun ini dan 42,66 juta di 2022. Sedangkan di Indonesia, jumlahnya jauh lebih besar.
Meski begitu, tingkat kemudahan berusaha (ease of doing business/eodb) Indonesia berada di peringkat 73 atau lebih rendah dibandingkan Vietnam 70, berdasarkan laporan Bank Dunia bertajuk ‘Doing Business 2020’. Bank Dunia menyoroti persoalan ketenagakerjaan.
Dengan data perekonomian dan kemudahan berusaha yang lebih baik dibandingkan Indonesia, Vietnam pun menjadi tujuan utama relokasi pabrik Tiongkok imbas perang dagang.
Setidaknya, 23 dari 33 perusahaan yang merelokasi pabriknya dari Tiongkok memilih Vietnam. Sektor industri yang relokasi meliputi 11 perusahaan elektronika, empat pakaian, dan tiga furnitur. Selain itu, alas kaki, mainan dan alat olahraga, pesawat terbang, otomotif, serta karet dan plastik.
Kini, Vietnam menjadi pesaing tangguh Indonesia untuk memperebutkan dana segar untuk startup dari investor. Co-founder sekaligus CEO Vietcetera Hao Tran mengatakan, pasar Indonesia memang besar, dengan sepertiga populasi Asia Tenggara.
Meski begitu, konsumsi masyarakat Vietnam dinilai bisa mengimbangi Indonesia. Ia mencontohkan, “warga umumnya membeli produk bermerek seperti iPhone dan Vespa,” demikian kata Tran dikutip dari Tech In Asia, September lalu (17/9).
Saat ini, Vietnam memiliki dua unicorn atau startup dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar yakni VNG di bidang gim online dan VNPay. Sedangkan Indonesia mempunyai satu decacorn atau valuasi US$ 10 miliar yaitu Gojek, serta empat unicorn yakni Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan OVO.