Dana Berlimpah, Investor Selektif Suntik Modal Startup pada 2021

Desy Setyowati
7 Desember 2020, 18:00
Dana Berlimpah, Investor Selektif Suntik Modal Startup pada 2021
123RF.com/Dejan Bozic
Ilustrasi

Pandemi corona mengubah cara mayoritas investor dalam memilih startup yang akan disuntik modal, termasuk di Indonesia. Google, Temasek, dan Bain and Company serta sejumlah modal ventura menilai, penanam modal semakin selektif dalam berinvestasi, meski modal tersedia atau dry powder melimpah.

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, minat investor untuk berinvestasi di perusahaan rintisan tetap tinggi meski ada pandemi virus corona. “Namun harus mencari sektor yang relatif tangguh dalam situasi ini maupun tidak,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (7/12).

Selain itu, investor mulai berfokus menanamkan modal pada startup yang memiliki jalur jelas untuk untung. “Investor juga banyak yang beralih ke later stage, karena mencari bisnis yang lebih stabil atau less risky alias sudah sudah teruji,” ujar dia.

Later stage adalah putaran pendanaan tingkat lanjutan seperti seri B ke atas. Pada tahapan ini, biasanya produk startup sudah diterima oleh pasar.

Hal senada tertuang dalam laporan Google, Temasek, dan Bain and Company bertajuk ‘e-Conomy 2020’. Studi ini menunjukkan bahwa ‘dry powder’ di Asia Tenggara, termasuk private equity dan modal ventura, mencapai US$ 11,9 miliar pada tahun lalu.

Modal tersedia (dry powder) di Asia Tenggara
Modal tersedia (dry powder) di Asia Tenggara (e-Conomy 2020 dan Preqin)

Besarnya modal tersedia itu tampak dari beberapa penutupan putaran pendanaan di Asia Tenggara pada awal tahun ini. Dua di antaranya yakni Sequoia Capital dan Wavemaker Partners.

Google, Temasek, dan Bain and Company mencatat, investor masih memiliki modal yang cukup untuk berinvestasi. Namun, “sebagian besar mengadopsi pendekatan menunggu dan melihat alias wait and see,” demikian dikutip dari laporan tersebut.

Chief Investment Strategist Temasek Rohit Sipahimalani mengatakan, kehati-hatian investor bukan hanya pada startup di regional, tetapi global. Akan tetapi, “mereka akan terus agresif berinvestasi pada perusahaan dengan model bisnis dan jalur pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujar Rohit dalam acara pemaparan ‘e-Conomy 2020’ secara virtual, November lalu (24/11).

Dari dalam negeri, modal ventura juga tetap berinvestasi. Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) mencatat, 52 perusahaan rintisan memperoleh dana total US$ 1,92 miliar atau sekitar Rp 28 triliun pada kuartal III. Hingga akhir tahun, nilainya diprediksi US$ 2 miliar atau lebih rendah dibandingkan 2019 yang mencapai US$ 2,95 miliar.

Namun, penurunan itu bukan berarti investor tak tertarik menanamkan modal. “Ini lebih karena penundaan. Minat investor besar,” kata Wakil Ketua I Amvesindo William Gozali dalam acara media gathering virtual bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, November lalu (2/11).

Sektor yang Diminati Investor

William mengatakan, investor cenderung memberikan pendanaan kepada startup yang dinilai dibutuhkan selama pandemi corona atau potensial ke depannya. Salah satunya yaitu social commerce.

Apalagi data GlobalWebIndex, penduduk Indonesia rerata mempunyai 10-11 akun media sosial pada kuartal I 2020, sebagaimana Databoks berikut:

Selain itu, ia menilai bahwa potensi bisnis perusahaan rintisan bidang makanan, kesehatan (healthtech), dan grocery cukup besar. “Ada permasalahan-permasalahan (di sektor ini) yang belum terjawab,” ujar dia.

Proyeksi pertumbuhan sektor startup pada 2021
Proyeksi pertumbuhan sektor startup pada 2021 (Amvesindo)

Laporan Google, Temasek, dan Bain and Company pun menunjukkan, startup kesehatan (healthtech) dan pendidikan (edutech) diminati oleh investor. Ini karena layanan di kedua sektor ini dibutuhkan selama pandemi corona.

Mereka mencatat, penggunaan layanan kesehatan digital meningkat empat kali lipat dibandingkan sebelum ada Covid-19. Sedangkan jumlah unduhan aplikasi pendidikan melonjak tiga kali lipat.

Angka pendanaan ke dua sektor tersebut terlibat pada bagan di bawah ini

Pendanaan kepada startup kesehatan dan pendidikan di Asia Tenggara
Pendanaan kepada startup kesehatan dan pendidikan di Asia Tenggara (e-Conomy 2020)

Selain itu, Google, Temasek, dan Bain and Company memperkirakan bahwa startup sektor teknologi finansial (fintech) tetap akan kebanjiran pendanaan pada tahun depan. Pada 2019, investasi ke sektor ini di Asia Tenggara meningkat 40% yoy menjadi US$ 1,7 miliar.

“Sektor ‘mature’ seperti e-commerce, berbagi tumpangan (ride hailing), perjalanan, dan media sebagian besar terkonsolidasi dan mendapatkan banyak putaran pendanaan tahap akhir selama tiga tahun terakhir. Aktivitas kesepakatan akan meningkat untuk sektor yang baru lahir, termasuk fintech, healthtech, dan edutech, serta software as a service (SaaS),” demikian dikutip dari laporan bertajuk ‘e-Conomy 2020’.

Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi
Infografik_Startup tetap banjir pendanaan saat pandemi (Katadata)

Pada Agustus lalu, Ketua Amvesindo Jefri Sirait mengungkapkan lima acuan investor dalam menanamkan modal kepada perusahaan rintisan. Pertama, mengkaji sektor mana saja yang bisa tumbuh saat pandemi virus corona dan setelahnya.

Sektor fintech dinilai sangat potensial, karena ada banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses keuangan (unbanked). Selain itu, pemerintah termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) mulai terbuka dengan industri ini. Begitu juga dengan perbankan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...