Asosiasi Fintech Target Penyaluran Kredit Rp 86 Triliun pada 2021
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menargetkan penyaluran pinjaman Rp 86 triliun pada 2021. Namun, tetap berfokus menjaga kualitas pembiayaan atau menahan laju rasio kredit macet.
Sebenarnya, AFPI menargetkan penyaluran kredit Rp 86 triliun pada tahun ini. Namun, target itu dipangkas menjadi US$ 65 triliun karena ada pandemi corona.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah optimistis, target tersebut bisa tercapai pada tahun depan, meski masih ada pandemi Covid-19. “Ini angka realistis yang dapat kami wujudkan,” katanya saat konferensi pers virtual bertajuk ‘Outlook Industri Peer to Peer Lending 2021’, Senin (7/12).
Ia mengatakan, industri fintech pembiayaan atau lending bisa beradaptasi selama pandemi virus corona. Ini tampak dari akumulasi penyaluran pinjaman tumbuh 102,4% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 137,65 triliun.
Sedangkan outsanding atau besar sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga, denda, dan penalti naik 18,39% yoy menjadi Rp 13,24 triliun. Dengan jumlah peminjam 38,9 juta dan pemberi pinjaman 698.401 entitas.
Untuk mendorong penyaluran kredit pada tahun depan, AFPI pun mencatat bahwa pengalihan atau displacement pembiayaan naik 17,98% yoy menjadi Rp 8,59 triliun per Oktober. “Sudah ada kesiapan untuk tumbuh cepat pada Oktober,” ujar dia.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa penyaluran pinjaman harus dibarengi dengan upaya menjaga risiko kredit macet. "Kami memperhatikan aspek manajemen risiko dan perlindungan konsumen," ujarnya.
Tingginya perhatian asosiasi terhadap rasio kredit macet karena tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman di bawah 90 hari (TKB 90) terus menurun sejak awal tahun. Ini artinya keterlambatan peminjam membayar cicilan atau tingkat wanprestasi (TWP 90) meningkat.
Per Oktober, OJK mencatat TKB 90 fintech lending 92,42% atau turun 4,88% secara tahunan.
Sebelumnya, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan bahwa asosiasi berencana membentuk gugus tugas peningkatan kualitas aset. "Itu menjadi misi pertama kepengurusan baru," kata Ketua Umum AFPI terpilih Adrian Gunadi, pada September lalu (30/9). "Tujuannya, memperbaiki TWP 90. Rasio kredit macet ditangani dengan sistematis."
Ia juga mendorong agar penyelenggara fintech lending berfokus menyasar sektor yang mampu bertahan di masa pandemi corona. Caranya dengan mengandalkan teknologi dalam mengukur risiko kredit.
"Hindari sektor yang berisiko. Verifikasi validasi harus terkoreksi. Ini tugas asosiasi," ujar Adrian.
AFPI juga mengandalkan pusat data yang disebut pusdafil untuk memitigasi risiko kredit macet. Sejauh ini, ‘alat’ yang juga dikenal dengan Fintech Data Center (FDC) itu telah menjaring 26 juta data peminjam.
Selain itu, asosiasi akan memperluas kolaborasi dengan berbagai ekosistem, mulai dari pemerintahan, perbankan hingga perusahaan teknologi lainnya. “Ada lembaga keuangan atau ekosistem teknologi lain seperti e-commerce dan berbagi tumpangan (ride-hailing). Itu potensial karena terus tumbuh," ujarnya.