Potensi Maraknya Merger dan Akuisisi Fintech Lending Tahun Depan

Desy Setyowati
8 Desember 2020, 17:40
Potensi Meger dan Akuisisi Fintech Lending pada 2021 karena Regulasi
Jakub Jirsak/123rf
Ilustrasi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji aturan baru terkait teknologi finansial pembiayaan (fintech lending), salah satunya mengatur kenaikan modal inti. Jika kebijakan itu jadi dirilis, merger dan akuisisi di sektor ini diprediksi masif pada tahun depan.

Dalam rancangan regulasi tersebut, otoritas berencana menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan izin dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar. OJK pun berniat memasukkan pasal terkait merger dan akuisisi.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menilai, kebijakan tersebut bertujuan memperkuat kualitas dan pertumbuhan industri yang berkelanjutan. “Terutama di industri keuangan, modal inti menjadi fokus,” ujar dia saat konferensi pers virtual bertajuk ‘Outlook Industri Peer to Peer Lending 2021’, Senin (7/12).

Namun, ia berharap OJK menerapkan aturan ini secara bertahap. Alasannya, “pemain fintech lending berada pada jenjang usia dan tahapan yang berbeda. Perlu dibahas lagi perihal penerapan aturan modal inti secara bertahap,” kata Adrian.

Masa operasional pelaku usaha fintech di Indonesia
Masa operasional pelaku usaha fintech di Indonesia (Aftech, 2020)
Persentase pemain fintech lending yang mengajukan izin ke OJK berdasarkan tahun
Persentase pemain fintech lending yang mengajukan izin ke OJK berdasarkan tahun (AFPI dan Daily Social, 2020)

Di samping itu, ia membuka ruang diskusi terkait konsolidasi di sektor fintech lending yang mungkin terjadi akibat penerapan kebijakan tersebut. “Ada program kerja terkait ini. Diskusi dengan OJK juga terbuka seputar merger dan akuisisi,” kata dia.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko menambahkan, asosiasi sudah memberikan masukan kepada OJK terkait peraturan baru tersebut pada akhir November lalu (25/11). Ia menyatakan, saran itu berasal dari seluruh anggota dengan tiga model bisnis yakni produktif, konsumtif, dan syariah.

“Kajian aturan itu sudah lama, bukan mendadak. Rancangan peraturan OJK atau RPOJK itu dapat mengedepankan principle based,” kata Sunu. “Batasan (modal inti) itu memberi kesempatan agar perusahaan dapat tumbuh, menguatkan, dan menyehatkan.”

Perkembangan bisnis fintech lending di Indonesia
Perkembangan bisnis fintech lending di Indonesia (PwC, 2019)

Sebelumnya, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan mengatakan, besaran minimal modal inti Rp 15 miliar berdasarkan usulan asosiasi. Ini juga bertujuan memperkuat kualitas industri dari sisi kecukupan modal, proses bisnis maupun ekosistem.

Ia mengatakan, 80% dari total pinjaman yang digunakan atau outstanding disumbang oleh 21 dari total 154 fintech lending yang terdaftar di OJK. Ini artinya, 133 perusahaan lainnya hanya berkontribusi 20%.

Selain itu, 10 penyelenggara fintech lending teratas berkontribusi 61,68% dari total outstanding. Sedangkan akumulasi penyaluran kredit per Oktober tertera pada Databoks berikut:

Oleh karena itu, OJK merancang aturan terkait fintech lending, yang salah satunya memuat kenaikkan modal inti. “Harapannya dapat memperkuat tata kelola setiap perusahaan,” kata Kasan saat diskusi virtual bersama AFPI, akhir November lalu (25/11).

Fintech lendingTahun berdiriInvestorAkumulasi kredit (Rp)
Akseleran2017Induk usaha, PT Bintraco Dharma  TbK; Perusahaan keluarga berbasis di New York; Beenext; CCV milik BCA; Access Ventures; Agaeti Venture Capital1,8 triliun
Amartha2010Mandiri Capital Investment (MCI); Beenext; Mid Plaza Holding; SBI Holding; Bamboo Capital Partners; UOB Venture Management; Line Ventures2,88 triliun
Crowde2015Gree Ventures; MCI;132 miliar
Crowdo2013Gobi Partners;-
Danamas2016Itochu Corporation; Sinar Mas Multiartha2,3 triliun
Investree2015SBI Holdings; MCI;, Persada Capital, Endeavor Catalyst; 9F Fintech Holdings Group; Kejora Ventures; MUFG; BRI Ventures7,81 triliun
KoinWorks2015MCI; Lendable; Quona Capital; EV Growth; Saison Capital3,07 triliun
Mekar2010Putera Sampoerna Foundation230 miliar
Modalku2016SoftBank Ventures Korea; Sequoia India; Alpha JWC Venture; Line Ventures; Qualgro; Manuhasa Capital; Golden Gate Ventures19,52 triliun (regional)

Sumber: KPMG ‘the Fintech Edge’ 2018, Katadata, Tech In Asia, Daily Social

Selain itu, otoritas berencana mengatur merger dan akuisisi fintech lending. Sebab, ia mencatat ada banyak penyelenggara yang ekuitasnya negatif dan di bawah US$ 1 miliar. “Kalau platform banyak tetapi kualitasnya tidak berkembang, konsumen yang terkena dampaknya. Apalagi industri ini punya prospek bagus dan terus bertumbuh,” ujar dia.

Tingkat tantangan terkait kepatuhan terhadap regulasi
Tingkat tantangan terkait kepatuhan terhadap regulasi (Aftech, 2020)

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira Adhinegara memperkirakan, aturan tersebut membuat jumlah pemain fintech lending susut dari 154 saat ini menjadi kurang daari 90. “Ada potensi untuk merger dan akuisisi,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (8/12).

Ia sepakat dengan kebijakan tersebut, karena memungkinkan pelaku usaha menggenjot kredit ke sektor produktif dan luar Jawa. Selain itu, perusahaan bisa meningkatkan teknologi terkait keamanan sistem.

“Selama ini yang membuat fintech belum tertarik ke luar Jawa itu biaya operasional tinggi. Kalau modal inti naik, seharusnya mereka bisa lebih ekspansi,” kata Bima.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...